Gbr. : Ilustrasi Harmoni Sosial |
Om
Swastyastu,
Tiga Mantra (Moderasi, Kebersamaan, dan Integrasi Data), menjadi salah satu marwah bagi Kementerian
Agama dalam Mewujudkan Cita-Cita Nasional NKRI. ASN Kementerian Agama diharapkan
khususnya dan umumnya semua warga negera menjadi garda terdepan dalam
membangun moderasi beragama di NKRI. Mantra pertama adalah mantra ‘moderasi’
sesungguhnya sangat terkait erat dengan mantra kedua, yaitu ‘kebersamaan’.
Dalam konteks Kemenag, mantra kebersamaan ini pun terus-menerus digaungkan dan
bahkan sempat jadikan tema Hari Amal Bakti Kementerian Agama, yakni ‘Jaga
Kebersamaan Umat’. Menurut Kementerian Agama ‘Tiga Mantra’ merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan dari semua
program Kemenag sebelumnya, maka dua mantra itu digabungkan menjadi satu
kesatuan sebagai tema utama, “Moderasi untuk Kebersamaan Umat”. Pesan moral
utamanya adalah bagaimana agar semua program moderasi yang akan dilaksanakan
oleh satker Kemenag khususnya, dapat melahirkan kebersamaan dan penguatan rasa
kebangsaan umat.
Kebersamaan antar pemeluk agama yang berbeda-beda mutlak
diperlukan. ‘Moderasi’ tidak akan pernah bisa terwujud selama masih ada salah
satu pihak yang tidak ingin mencari titik temu. Karena moderasi meniscayakan
adanya sikap dan tindakan yang berimbang (balance) serta adil (justice). Tanpa
keseimbangan dan keadilan, seruan moderasi beragama menjadi tidak efektif.
Moderat berarti masing-masing tidak boleh ekstrem di masing-masing sisi
pandangnya, keduanya harus mendekat dan saling menjemput titik persamaan
ketimbang berkeras ‘mengorek-ngorek’ simpang perbedaan.
Definisi ‘moderasi’ menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Depdiknas, 2008:964) adalah (1) pengurangan kekerasan; dan (2) penghindaran
keekstreman. Moderasi menjadi wacana populer dalam kehidupan beragama dewasa
ini seiring maraknya aksi kekerasan dan terorisme yang mengatasnamakan agama.
Aksi-aksi ini disinyalir bermuara dari radikalisme, fundamentalisme, dan ekstremisme
dalam memahami ajaran agamanya. Sebaliknya, pemahaman sekuler yang
mengafirmasi kebebasan manusia
seluas-luasnya tanpa campur tangan agama, juga tidak sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila yang mengedepankan prinsip religius-humanis. Kedua kubu pemikiran ini
kerap disebut ekstrem kanan dan ekstrem kiri yang sama-sama dapat mengancam
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, umat beragama
perlu merumuskan kembali pemahaman agama dan keagamaannya yang lebih moderat
sebagai jalan tengah dari kedua ekstrem tersebut.
Pentingnya moderasi intern pun antar umat beragama didasari
asumsi bahwa setiap ajaran agama berpotensi dipahami secara berbeda oleh
umatnya sehingga dapat memicu lahirnya kekerasan dan ekstremisme. Oleh karena
itu, perlu dibangun kesadaran dalam diri setiap umat beragama untuk memahami,
memaknai, dan menghayati kembali ajaran agamanya agar lebih produktif bagi
kehidupan. Atas dasar itulah, moderasi intern pun antar umat beragama merupakan
usaha peninjauan dan pemaknaan kembali ajaran agama secara moderat. Maksud dan
tujuannya tiada lain adalah membentuk nilai, sikap, dan perilaku agama dan keagamaan
serta keberagamaan dari masing-masing umat beragama tetap teguh dalam iman dan
taqwa (sraddha dan bhakti-nya), berbudi pekerti luhur,
toleran, peduli lingkungan, dan mampu berpartisipasi aktif dalam pembangunan di
segala bidang. Cara beragama seperti inilah yang diperlukan oleh oleh
masing-masing umat beragama agar kelak dapat berinteraksi dan berkomunikasi
secara terbuka, baik dengan sesama, antarumat beragama, maupun masyarakat,
bangsa, dan negara.
Dalam fenomena agama dan keagamaan serta keberagamaan di
Indonesia, moderasi beragama tergulat pada upaya penegasan identitas. Mengingat
keberagamaan umat beragama menunjukkan penghayatan dan praktik keagamaan yang
khas, bahkan acapkali berbeda dengan tanah kelahirannya. Apabila
diinventarisasi secara spesifik, terdapat sejumlah perbedaan prinsip keagamaan
yang dapat mengganggu harmonisasi internal maupun atar umat beragama. Hal ini
tidak lepas dari kuatnya pengaruh religi asli nusantara dalam perjumpaannya
dengan agama masing-masing dan dari negara asal agama yang dianut. Pada masa
selanjutnya, Hindu Nusantara berinteraksi dengan masuknya berbagai pemikiran
keagamaan baru yang secara dialektis membangun perkembangan agama dewasa ini.
Untuk itu, semangat moderasi beragama kiranya dapat membingkai permasalahan-permasalahan
tersebut sebagai sebuah warga masyarakat dalam wadah NKRI yang berdasarkan nilai-nilai
Pancasila dan UUD1945, santun, damai, toleran, dan transformative.
Penyelenggara Hindu Kantor Kemenag Kabupaten Konawe Provinsi
Sulawesi Tenggara dengan Website atapun Medos yang diberi nama “Bindu Konawe-Media Informasi Penyelenggara
Hindu Konawe” memiliki dan memlihara semangat untuk turut serta mengambil bagian
ataupun peran dalam ‘Membumikan Nilai-Nilai
Moderasi Beragama’ di tengah-tengah masyarakat yang heterogen maupun
homogen di Daerah Kabupaten Konawe. ‘Pemikiran-pemikiran
Moderasi Beragama’ dibutuhkan sebuah pelembagaan, agar pemikiran-pemikiran pun
nilai-nilai yang sangat mulia dari moderasi beragama ini segera dapat membentuk
dan menjadi karakter Harmoni Sosial dalam Kebhinekaan Keyakinan dan Pemahaman serta
Laku Agama di Intern pun Antar Umat Beragama bagi warga masyarakat di Kabupaten
Konawe khususnya, dan umumnya sebagai sesama anak bangsa yang hidup di NKRI
yang berdasarkan Pancasila dan UUD1945.
MERDEKA….!!!
Salam Moderasi Beragama.
Umat
Unggul, Konawe Gemilang, Sultra Bermartabat, Indonesia Maju.
NKRI
Harga Mati. Om Santih Santih, Santih Om
Selembar Goresan Pemikiran Moderasi Beragama
Inspirasi
dari Sumber Simpony Harmony
Post
By Bindu Konawe-INS *)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar