"SANISCARA KELIWON WUKU WARIGA"
Rahajeng Tumpek Panuduh/Pengarah
Sabtu, 25/01/2020
Om Swastyastu,
Om Awignam Astu Nama Sidham.
Dua puluh lima hari sebelum hari suci Galungan dan Kuningan atau dalam bahasa Bali-nya dikenal dengan sebutan ‘Malih Selae Dina Sedurung Galungan’, umat Hindu khususnya di Bali atau umat Hindu
etnis Bali yang ada diseluruh Nusantara ini merayakan Tumpek Wariga atau Tumpek
Pengatag. Tumpek Wariga ini juga bisa dusebut dengan Tumpek Uduh, Tumpek Bubuh, Tumpek Panuduh, Tumpek Pengarah, atau Tumpek Pengatag. Dirayakan setiap enam
bulan sekali yaitu pada Saniscara Kliwon wuku Wariga. Perayaan Tumpek Wariga ini merupakan hari suci dalam
Teologi Ista Dewata pemusatan sraddha bhakti atau pemujaan kepada Dewa Sangkara atau Dewa Penguasa
Kesuburan Semua Pepohonan dan Tumbuhan. Dalam Lontar Sundarigama disebutkan sebagai berikut.
“Wariga,
saniscara kliwon, ngaran tumpek panuduh, puja kreti ring sang hyang sangkara,
apan sira amredyaken sarwa tumuwuh, kayu-kayu kunang”.
Terjemahannya:
Pada
wuku Wariga, Sabtu Kliwon disebut Tumpek Panguduh, merupakan hari suci pemujaan
Sang Hyang Sangkara, karena beliau adalah dewa penguasa kesuburan semua
tumbuhan dan pepohonan.
Berkaitan dengan perayaan Tumpek Panuduh/Pengarah pada hari ini,
Sabtu, 25/01/2020 Prof. I Nengah Duija, yang pernah menjabat sebagai Rektor
IHDN Denpasar, dalam wall akun medsos Fb-nya mengapresiasi pula tentang sadhana sandhya dari ritus Tumpek
Pengarah ini. Prof. I Nengah Duija menyampaikan bahwa Saniscara Keliwon Wuku Wariga dikenal dengan Tumpek Bubuh, atau Tumpek Pengatag, adalah sebuah
implementasi tata nilai Tri Hita Karana
sebagai sebuah ritus semesta. Lokal genius ini berdialektika menuju satu
epistemologi sosial religus ekologis. Epistemologi barat berkiblat pada
pemanfaatan satu species pohon dengan dalil empiristik, sedangkan dunia timur
berkiblat pada eksistensi dan esesnsi tumbuhan untuk semesta’. Pada kesempatan
yang sama pula Prof. I Nengah Duija juga
mengucapkan selamat Tumpek Pengatag
kepada semua publik dalam pertemanannya diakun Fb-nya, serta menyampaikan
sebuah harapan semoga ritus Tumpek
Pengatag ini dapat menjadi momentum untuk menumbuhkan kesadaran
jiwa manusia akan keberadaan tumbuhan di semesta ini’.
Guna memenuhi unsur Tattwa, Susila dan Acara uraian
singkat tentang perayaan Tumpek
Panuduh/Pengarah ini, berikut disajikan seacara singkat tentang Acara Agama Hindu (Sesajen/Banten) berkaitan dengan pelaksanaan dari ritus ini, dalam Lontar Sundarigama disebutkan sebagai
berikut : “Widhi widananya, pras, tulung sasayut, tumpeng, bubur, mwah tumpeng
agung 1, iwak guling bawi, itik wenang, saha raka, panyeneng, tatebus,
kalinganya, anguduh ikang sarwa ning taru asekar, awoh, agodong, dadi amreta
ning urip. Rikang wwang, sasayut nyakra gni 1, maka pangadang ati, anuwuhaken
ajnana sandhi.
Terjemahannya :
Adapun sesajen yang dihaturkan berupa peras, tulung sasayut, tumpeng, bubur,
tumpeng agung 1, babi guling atau boleh juga guling itik, disertai jajan,
panyeneng, tatebus.
Berdasarkan kutipan Lontar Sundarigama tersebut
diatas, dapat dimaknai bahwa ritus dari Tumpek
Pengatag bermakna untuk memohon keselamatan tanaman agar dapat berbunga,
berbuah, dan sesajen berupa sesayut cakragni
1 sebagai simbol penguatan hati dan pikiran untuk menumbuhkan kekuatan batin. Selain
itu dalam pelaksanaannya ada mantra/puja/Saha yang diucapkan yaitu: “Kaki kaki, i dadong dija? Dadong jumah
gelem kebus dingin ngetor. Ngetor nged, nged, nged, nged, buin selae lemeng
Galungan, mebuah apang nged”. Pada sumber yang lain disebutkan pula bahwa ritus
Tumpek Pengatag bermakna sebagai
ungkapan rasa syukur atas anugrah amertha
yang dilimpahkan oleh Tuhan kepada umat Manusia dalam Ista Dewata sebagai Dewa
Sangkara berupa tumbuhan yang subur sekaligus sebagai pengharapan semoga
tumbuhan yang berbuah akan berbuah lebat yang akan dipakai sesajen saat Galungan dan Kuningan nanti.
Post By Bindu Konawe
Sumber Gambar :
Pohon Jeruk dari Akunt Fb. Bpk Prof. I Nengah Duija
Nawa Dewata Desain Bindu Konawe
Penulis : I Nengah Sumendra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar