Gbr. Ilustrasi Makanan Satwika dengan cara mempersembahkan terlebih dahulu Kepada Tuhan. Sehingga menjadi sebuah Prasadam/Lungsuran |
“SISI LAIN RAMAYANA DAN MAHABHARATA :
MEMENUHI RASA LAPAR”
Oleh : I Ketut Puspa Adnyana
Om Swastyastu.
“Siapapun
yang membaca Ramayana dibebaskan dari segala dosa”. Kalimat ini sangat
terkenal. Bagi penekun spiritual dan mempelajari Veda, lengkap dengan Itihasa
dan Purana, tidak sulit baginya untuk memahami makna kalimat tersebut. Bukankah
setiap orang berharap bebas dari dosa, termasuk para durjana sekalipun ?.
Satu
hal yang menarik dari Ramayana, disamping isinya Ajaran Veda, adalah mengenai
LAPAR. Kata lapar ini bisa bermakna tandanya badan telah membutuhkan persiapan
asupan yang sehat. Rasa lapar ini segera sirna bila seseorang makan. Lapar ini
juga dapat dikaitkan dengan seseorang yang giat dan tidak pernah berhenti
belajar, seperti orang lapar.
Apa
yang dimakan harus menjadi prasadam (lungsuran) karena telah dipersembahkan
kepada Tuhan. Dalam Bhagawad Gita (IV.14), ada 4 (empat) jenis makanan, yaitu:
(1) makanan yang dipecah dengan gigi, (2) makanan yang diminum, (3) makanan
yang hanya dirasa, melalui jilatan, dan (4) makanan yang dimakan dengan
menghisap melalui bibir.
Lapar
dalam Ramayana, dapat diartikan keinginan yang tidak tertahankan untuk terus
mempelajari Ramayana, kisah awatara
yang sungguh mempesona. Mempelajari Ramayana seseorang akan memahami dengan
baik kehidupan dan hidup ini. Memahami cara hidup yang benar. Teladan dalam
Ramayana yang patut diikuti adalah Bhakta Sri Rama Chandra, yaitu Sri Hanuman.
Seorang bhakta yang seluruh hidupnya
secara totol sebagai abdi yang setia dan patuh.
Pada
sisi yang lain Ramayana terkait dengan kata lapar, sungguh sungguh makna lapar
yang kita rasakan sehari hari. Untuk mengilankan lapar, seseorang harus makan.
Pada awal sekali, kita disuguhkan Hanuman kecil yang minta makan. Beberapa
dialog mengenai lapar dalam Ramayana sebagai berikut.
a. Untuk memenuhi rasa lapar Hanuman kecil mengira bahwa
matahari terbit yang berwarna kuning adalah buah yang segar, sehingga Hanuman
kecil terbang menuju matahari.
b. Ketika terbang di atas pantai Lautan India, Sampati melihat
sekelompok Wanara dan berkata : ”Sudah sangat lama saya belum memenuhi rasa
lapar”,
c. Ketika menghadap Ibu Sita dan menyampaikan cincin Sri Rama,
Hanuman berkata : “Ibu saya lapar. Saya ingin memenuhi rasa lapar saya dengan
memakan buah mangga di taman ini atas seijin Ibu”.
d. Ketika Aswameda Yajna
berakhir, seluruh prajurit kembali, Sri Hanuman menemui Ibu Sita, katanya :
“Ibu saya lapar:.
e. Ketika rombongan Sri Rama Chandra kembali ke Ayodya menaiki
Wamana Puspaka, mereka semua menemui Dewi Anjani ibunda Sri Hanuman. Hanuman
yang lebih awal tiba, berkata pada ibunya: “Ibu saya lapar”.
f. Ketika Hanuman masuk Taman Argasoka, prajurit raksasa
perempuan, berteriak mengusir Hanuman yang berwujud kera kecil: “Sudah lama aku
lapar, siap menyantapmu”.
Mengenai
makan, untuk menghilangkan rasa lapar, bukan saja di Ramayana dikisahkan tetapi
juga pada kisah Mahabaratha. Pada upacara Aswameda
Yajna, yang dilakukan Raja Yudistira, Dewi Drupadi bertanya kepada Sri
Krishna, “Paduka mengapa belum adan suara dan gemelan surgawi serta sekar uya
dilangit?”. Sri Krishna menjelaskan bahwa pasti ada seseorang diantara pemilik
yajna (sang maduwe karye) yang tidak iklas, atau melakukan penghinaan. Lalu
Dewi Drupadi menjelaskan bahwa dalam hati ia menghina seorang pandita ketika
jamuan makan. Karena pandita itu, cara makannya berbeda yaitu mencampur seluruh
lauk dan sayur, baru dimakannya, menjijikkan. Lalu Sri Krishna meminta Dewi
Drupadi dan Panca Pandawa mohon maaf kepada Pandita itu, yang tiada lain adalah
Bhagawan Walmiki, penulis Ramayana. Baru sampai di pagar pandapa Bhagawan,
suara surgawi sudah terdengar.
Ajaran
Weda menganjurkan agar setiap orang untuk memenuhi rasa lapar sebaiknya
menyantap makanan satwika. Makanan satwika dapat diartikan sebagai makanan yang
tidak diperoleh dengan cara membunuh, berati maknaan yang bukan bersal dari
tubuh hewan dan bagiannya. Makanan satwika juga berarti makanan yang disantap
telah dipersembahkan terlebih dahulu. Doa umum yang dipanjatkan sebelum makan
diambil dari Bhagawad IV.24 dan IV.14, sebagai berikut.
Om Brahmaagnau Brahmanaahutham
Brahmaiva Thena Gantayam
Brahma Karma Samaadhinam
Aham Vaisyaanaro Bhootvaa
Praaninaan Deham Ashritaha
Praanapaana Samaayuktah
Pachaamy Annam Chaturvidam
Om
Santi Santi Santi Om.
Kemaknaan
apa yang dapat kita petik dari narasi mengenai LAPAR ini? Seluruh penyakit
diawali dari cara makan seseorang. Makanan haruslah memebuhi dua aspek
kesehatan fisik dan kesehatan batin. Makanan satwika memberikan jaminan pada tercapainya tujuan makan. Namun
memenuhi rasa LAPAR juga harus mempertimbangkan kesertaan Tuhan. Kesertaan
Tuhan dalam pemenuhan rasa lapar mengandung makna bahwa lewat persembahan
makanan menjadi suci dan bermakna bagi tubuh. Mengenai makanan dan makan,
dijelaskan dalam Manawa Dharma Sastra.
Om Santih, Santih, Santih Om. (I
Ketut Puspa Adnyana, Kendari, 03.05.2020/10:06).
Unaaha, 05/05/2020
Post By Bindu Konawe (INS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar