BINDU KONAWE - MEDIA INFORMASI

SLOGAN BLOG BINDU KONAWE

<<SELAMAT DATANG DI BINDU KONAWESELAMAT DATANG DI BINDU KONAWE >>

Senin, 27 April 2020

“Keagungan Men-chanting-kan Nama Rama” Oleh : I Ketut Puspa Adnyana

Gbr. Ilustrasi Bhakti Dasyam Sri Hanoman
Kepada Sri Rama


KEAGUNGAN MENCHANTINGKAN NAMA RAMA

Oleh : I Ketut Puspa Adnyana


Om Swastyastu. Dumogi semeton para bhakta rahayu lan rahajeng.
Mungkin para semeton bhakta ada yang belum mengetahui bahwa Sri Hanuman pernah dijatuhi hukuman mati oleh Sri Rama Chandra.

Maharsi Wiswamithra adalah guru Sri Rama Chandra sehingga ia tidak akan menolak permintaan gurunya.

Dewarsi Narada suatu hari ingin hubungan antara Sri Hanuman dengan Sri Rama tidak harmonis, maka beliau membuat sebuah rencana. Pada penobatan Sri Rama sebagai raja, Dewarsi Narada meminta Sri Hanuman agar menyapa semua orang bijak, para pandita, kecuali Maharsi Wiswamithra. Sri Hanuman melaksanakan permintaan Dewarsi Narada, namun Wiswamithra tidak mempedulikan.

Melihat situasi yang tidak berhasil Dewarsi Narada membuat rencana lain, dan mendatangi Maharsi Wiswamithra, dan mengatakan bahwa sikap Sri Hanuman tidak beretika dan tidak hormat terhadap Maharsi Wiswamitra patut mendapat hukuman. Atas asutan Dewarsi Narada, Wiswamithra sadar dan marah bahwa tindakan Sri Hanuman keterlalun dsn nelecehkannya. Lalu Mahrsi Wiswamitra meminta agar Sri Rama menghukum mati Sri Hanuman.

Sri Rama Chandra mematuhi perintah gurunya.
Ketika eksekusi dilaksanakan di lapangan terbuka Ayodya, Sri Rama memanah Sri Hanuman. Namun panah Sri Rama tidak mempan melukai tubuh Sri Hanuman karena ia terus men-chanting-kan nama suci Sri Rama.

‘Rama Rama hare Hare, Hare hare Rama Rama’.

Karena panah biasa tidak mempan, lalu Sri Rama Chandra menggunakan panah brahmastra, panah yang sangat dasyat. Sri Hanuman semakin tekun menchantingkan nama suci Sri Rama, sehingga panah tersebut tidak mempan.

Atas kejadian itu Dewarsi Narada sadar dan meminta maaf kepada Maharsi Wiswamitra atas kesalahannya yang telah mengadu domba Sri Rama dan Sri Hanuman.

Kemudian Sri Rama memeluk Sri Hanuman. Itulah LILA TUHAN, agar nama RAMA terus di-chanting-kan sepanjang masa untuk memperoleh keselamatan.

Bakta terkasih mari kita terus me-chanting-kan nama Suci Rama agar kita semua dilindungiNya.
Semoga terbebas dari wabah saat ini.

Om santih santih santih Om.

Unaaha, 28 April 2020
Dok./Post By Bindu Konawe (INS)

Minggu, 26 April 2020

“Siapapun membaca Ramayana, dibebaskan dari dosa dan mencapai Nirwana” Oleh : I Ketut Puspa Adnyana

Gbr. Ilustrasi Maharsi Menyusun
Kisah Ramayana

“Siapapun membaca Ramayana, dibebaskan dari dosa dan mencapai Nirwana”
Keutamaan Bhakti Wandanam yang di kutip dari The Stories Lord Hanuman .
Oleh : I Ketut Puspa Adnyana.

Om Swastyastu,
Om Awignam Astu Namo Sidham.

Om Sri Sairam,
Sujud di Kaki Padma Bhagawan.

Siapakah penulis pertama Ramayana?
Jawabannya : Sri Hanuman atau Maharsi Walmiki?

Dewarsi Narada mengunjungi Maharsi Walmiki, sabdanya:
"Narayan...narayan...narayan...Maharsi, sesungguhnya ada juga penulis Kisah Sri Rama, yang mungkin jauh lebih baik dari Ramayana yang Maharsi tulis. Sri Hanuman telah menulis Kisah Ramayana, sebaiknya mahamuni mengunjunginya".

Maharsi Walmiki atas petunjuk Dewarsi Narada menuju Himalaya, tempat Sri Hanuman.
Setelah memberikan penghormatan secara tradisi, Sri Hanuman menunjukkan Ramayana yang ditulisnya.

Maharsi Walmiki, mengakui bahwa Ramayana karya Sri Hanuman lebih bagus dan lengkap, lalu katanya: "Mahamuni engkau adalah reinkarnasi Mahadewa, sebaiknya engkau tidak menulis Ramayana. Aku memahami karyaMu jauh lebih bagus dan lengkap dari yang hamba tulis".

Mendengar pujian Maharsi Walmiki, Sri Hanuman, perwujudan Mahadewa, menangkap rasa kecewa Maharsi Walmiki. Maka Sri Hanuman kemudian memusnahkan karya Ramayana yang ditulisnya, kataNya : "Kini hanya ada satu Ramayana karya Maharsi Walmiki".

Sampai hari ini, manusia tidak pernah membaca Ramayana Karya Sri Hanuman, yang dikenal adalah Ramayana karya Maharsi Walmiki.

Namun suatu hari seorang Mahawakya menemukan satu lempeng lumpur (semacam bata) yang berisi satu bait kisah Ramayana karya Sri Hanuman. Sri Hanuman menulis kisah Ramayana pada lempengan-lepengan lumpur. "Siapapun membaca Ramayana dibebaskan dari dosa dan mencapai Nirwana".

Om Jai Sairam
Om Santih, Santih, Santih Om

Unaaha, 27 April 2020
Dok./Post By Bindu Konawe (INS)

WHDI Desa Dharma Kerti Peduli Terhadap Keluarga Lansia, Dampak Dari Situasi dan Kondisi Pandemi Covid-19 di Lingkungan Sekitarnya



Gbr. Photo-1 saat WHDI Desa Pakraman Dharma Kerti
Memberikan Bantuan Sembako Kepada Keluarga Lansia

Uepai, WHDI Dharma Kerti (Bindu Konawe)---Akibat pandemi virus corona / covid-19 berdampak pada situasi dan kondisi sulitnya perekonomian warga di beberapa wilayah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, tak terkecuali para keluarga lansia di Desa Pakraman Dharma Kerti (Desa Dinas yaitu Desa Tawamelewe, Desa Kasaeda dan Desa Tanggundipo), Kecamatan Uepai Kabupaten Konawe. Ketua WHDI Desa Pakraman Dharma Kerti bersama jajaran pengurusnya yang lain menyampaikan bahwa situasi dan kondisi yang disebabkan oleh wabah Covid-19 saat ini, membuat beberapa para keluarga lansia di lingkungan kami mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Gbr. Photo-2 saat WHDI Desa Pakraman Dharma Kerti
Memberikan Bantuan Sembako Kepada Keluarga Lansia

Bahwa dengan mensikapi situasi dan kondisi yang terjadi, kami Pengurus WHDI Desa Pakraman Dharma Kerti, melakukan koordinasi diantara pengurus untuk turut mengambil peran dalam program peduli sosial dengan cara mengumpulkan donasi dari beberapa anggota WHDI Dharma Kerti sebagai wujud kepedulian terhadap dampak dari pandemi covid-19 yang menimpa beberapa keluarga lansia di lingkungan kami, ucapnya saat dikonfirmasi oleh admin Bindu Konawe.

Gbr. Photo saat WHDI Desa Pakraman Dharma Kerti
Memberikan Bantuan Sembako Kepada Keluarga Lansia

Lebih lanjut, Ni Wayan Astiti, S.Sos.H sebagai pengurus WHDI Desa Pakraman Dharma Kerti saat di konfirmasi lewat japri WhatsApp-nya menyampaikan bahwa apa yang dilakukan oleh pengurus WHDI Desa Pakraman Dharma Kerti adalah wujud dari kepedulian kami terhadap keluarga lansia yang terkena dampak dari situasi dan kondisi yang berkembang saat ini, yaitu dengan  memberikan sedikit bantuan sembako, dengan harapan setidaknya dapat mengurangi beban kebutuhan hidup sehari-harinya untuk beberapa hari. Ketua, sekretaris, bendahara serta anggota 1 orang pengurus WHDI Desa Dharma Kerti yang baru dapat ikut serta untuk membawakan bantuan sembako kepada beberapa keluarga lansia diawal peduli sosial yang kami lakukan hari ini,  ucapnya kembali.

Gbr. Photo saat WHDI Desa Pakraman Dharma Kerti
Memberikan Bantuan Sembako Kepada Keluarga Lansia

Berikut dokumentasi saat WHDI Dharma Kerti memberikan bantuan sembako kepada beberapa keluarga lansia di Desa Pakraman Dharma Kerti, Minggu, 26 April 2020.(INS)

Gbr. Photo saat WHDI Desa Pakraman Dharma Kerti
Memberikan Bantuan Sembako Kepada Keluarga Lansia

Post By Bindu Konawe
Sumber : Pengurus WHDI Dharma Kerti
& Penyuluh Agama Hindu Desa Pakraman Dharma Kerti.

Sabtu, 25 April 2020

Persidangan Para Dewa Membahas Raja Corona -Krimeenagj Raj *) Oleh: I Ketut Puspa Adnyana


PERSIDANGAN PARA DEWA MEMBAHAS RAJA CORONA -KRIMEENAGJ RAJ *)
Oleh :  I Ketut Puspa Adnyana - Widyaiswara Ahli Utama *)
Gbr. Ilustrasi Maha Kali Mengendalikan Dunia

Di dunia bawah yang indah, petala, sejuk dan temaram. Angin yang berhembus menyejukkan. Taman taman dan air terjun yang indah ditengahnya ada Pandapa cukup luas menampung 1000 orang, terbuat dari batu mulia, intan berlian. Dewi Mahakali duduk di singgasana yang gemerlapan bertahtakan mutu manikam, disampingnya duduk Singa Maharaja berbulu keemasan.

Mahakali bersabda: ”Beberapa kali Aku telah meminta kepada Siva untuk dapat menetapkan tugas tugas kita agar berhasil dengan gemilang menghancurkan kerajaan manusia. Terakhir pada hari pertama Kaliyuga aku telah mendapat anugrah untuk menempati harta manusia. Sejak itu tugasKu dan perintahKu kepada kalian juga terlaksana dengan baik. Kelemahan manusia ada pada hartanya. Karena manusia sangat menyayangi harta lebih dari dirinya dan bangsanya. Kini aku agak terkejut karena Aku tidak mengira pada abdiku Kremee Raja telah membuat kegaduhan luar biasa pada masyarakat manusia. AKu juga sadar manusia sangat cerdas, karena memperoleh anugrah itu dari Siva. Untuk sementara sebelum mereka menemukan pemamungkasnya Krimi (Virus Corona) akan tetap mengacaukan. Itulah maksudKu mengadakan persidangan pada hari ini, khusus untuk mendengarkan keterangan Krimee Raja. Aku ingin mendapatkan laporan yang detil dan pasti. Nanti akan Aku putuskan apa ganjaran untuk Krimee Raja”. Seorang Rinying, dayang Mahakali menyembah dan membisikkan sesuatu kepada Mahakali. Makalai menggut manggut.

Peserta rapat tenang dan memperhatikan apa gerangan selanjutnya yang disampaikan Paduka Mahakali. Lalu Mahakali menatap Krimee Raja. Krimee Raja mengangkat tangan dan sujud. Mahakali mengangkat tangannya pertanda mempersilahkan Krimee Raja berbicara.

“Sujud hamba paduka. Sebagai Raja Krimee, hamba mohon ampunan karena para krimee telah bertindak terlalu jauh dan menggetarkan hati seluruh manusia di Bumi. Hamba menunggu perintah paduka, apa yang harus hamba lakukan…sujud paduka”.

Mahakali berkata: “ Adakah manusia yang tidak bergetar hatinya atas keberhasilan anak buahmu itu mengacaukan manusia? Dulu kita berhasil membuat wabah yang sampai sekarang juga masih ada dan menelan korban manusia yang jauh lebih banyak: kolera, malaria, dan wabah lainnya. Mengapa krimee ini begitu menakutkan?”

Krime Raja : “ Paduka..hamba menemukan ada dua golongan manusia yang tidak tergetar hatinya, yaitu para Yogi dan Sanyasin. Hamba sesungguhnya telah berupaya, namun ampun paduka kedua jenis manusia ini sangat tanggguh”. Mahakali tersenyum mendengar penjelasan Krimee Raja.

“Krimee Raja, nampaknya engkau terlalu tua dan pelupa, dan juga kalian semua. Jangankan engkau, Aku sendiri tidak mampu menyentuh para Yogi dan juga para Sanyasin. Tugas kita luput dari kedua jenis manusia ini, karena mereka tidak terikat lagi pada triguna. Wajar kalau engkau tidak berhasil. Aku gembira, artinya hanya manusia yang telah mencapai prema bakti (bakti sejati) yang dapat mencapai Yogi dan Sanyasin. Engkau akan hanya mampu mengacaukan mereka yang masih dalam tahap swarta bhakti (bakti dengan pamerih). Engkau dan kalian semua harus memberi penghormatan kepada dua jenis manusia ini. Ingatlah kata katKu ini; Yogi dan Sanyasin. Karena bila mereka mengutuk kita dan membakarnya, kita semua musnah. Ingatkah kalian pada sosok Maharsi Druwasa, Pulasya, Wiswamitra dan lainnya. Apakah engkau tidak ingat murka mereka di masa lalu. Hanya karena kehendak untuk menyeimbangkan antara adharma dan dharma maka kita diampuni Siva”.

Krimee Raja : “Apa yang harus hamba lakukan kini paduka?

Mahakali tertawa terbahak, Singa Maharaja yang berbulu emas itu mengaum membuat seluruh peserta rapat merinding. Mereka melihat Mahakali menampakkan wujud sejatinya, yang sangat mengerikan. Kemudian perlahan lahan kembali sebagai seorang perempuan yang sangat cantik.

“Aku sebenarnya suka bila manusia itu habis, namun aku juga tahu batasanKu sesuai tugas yang diberikan. Bila manusia itu habis tidak ada sesembahan kepada para dewa dan kita. Bila manusia habis maka para dewa akan merana dan kehilangan gairahnya. Demikian juga kalian kehialngan tugas. Siapa lagi yang akan engkau ganggu. Saat manusia habis, engkau juga aku musnahkan. Dunia akan gelap gulita, dunia akan diam karena semua fungsi sungsi alam akan berhenti bila para dewa berduka. Matahari tidak akan bersinar, Bulan yang lembut tidak akan memantulkan cahaya, air akan hilang, angin berhenti. Karena itu, engkau harus mengendalikan anak buahmu pada jumlah yang ideal seperti sediakala Krime Raja. Tapi…jangan sekarang, Aku baru mendapat pesan bahwa Indra Raja Para Dewa telah mengundangKu untuk membahas ulah dari anak buahmu itu Krimee Raja. Engkau harus mendampingiKu. AKu ingin melihat para Dewa yang congkak itu memohon dan memelas kepadaKu. Tunggulah waktunya”. Para peserta rapat diam, mereka siap dengan laporan masing masing. Tugas mereka adalah mengacaukan manusia. Kelompok buthakal, setan dan iblis.

Embun yang menggumpal pekat menandakan rasa khawatir para Dewa. Indraloka yang biasanya nampak cemerlang sekarang ini nampak buram dan kusam. Bunga bunga ditanamn nampak layu, dan cicit burung hilang tidak terdengar di pagi itu. Dewa Indra, duduk termangu di singgasananya yang berwarna perak, dengan wajah murung. Kemudian datang dihadapannya Dewa Angni, pendeta Para Dewa.

“Hormat Paduka engkau telah memanggilku sepagi ini, mohon kiranya memberikan penjelasan”.
Indra membuka matanya dan tampak senyumnya dipaksakan, ia turun dari Singgasananya dan menepuk bahu Dewa Angni. Mereka menuju pintu besar, membuka dan melihat sinar surya. Indra bersabda:

“Kita dalam masalah purohita para dewa, Angni, engkau melihat bangsa Krimee itu sangat berhasil mengacaukan manusia. Surya Bhaskara yang aku tugasi untuk membakarnya tampak tidak banyak berhasil, meskipun ada sedikit hasil. Aswin dewa kembar ahli pengobatan dan tabb juga tidak mampu menurunkan obat yang diajarkan dalam Atrwa Werda dan Yayur Weda…apa saranmu kepadaKu dewa Angni?” Dengan berhati hati Dewa Angni menjawab, karena paham juga tempramental Dewa Indra yang suka tersulut menjadi kemarahan. 

Kata Dewa Angni:
“Apa yang dilakukan Krimee Raja…tidak salah paduka..karena memang tugasnya mereka itu. Mahakali diberi tugas untuk mengacaukan manusia disamping juga mengasihinya bagi yang taat. Manusia sekarng sudah keluar dari tata aturan yang menjadi swadharmanya. Manusia sudah sangat melawati batasannya”.

Dewa Indra memotong kata dewa Angni, katanya: “Apakah kita kemudian membiarkan manusia musnah Dewa Angni, Ini tidak mungkin. Ini tidak boleh terjadi, bangsa manusia harus diselamatkan. Hanya bangsa manusia yang memuja para dewa, dan karenanya kita mendapatkan kekuatan”.

“Ooo…tidak mungkin paduka. Waktunya belum tiba. Mahapralaya masih sangat jauh, masih ada 7 Manwantara untuk mencapai itu. Apakah paduka tidak melihat bunga bunga di taman layu, taman taman kering di Indraloka ini, itu pertanda bahwa manusia tidak lagi melakukan sesembahan dan pemujaan”.

Indra memperhatikan taman taman dan kolam kolam Indraloka yang mengering, lalu nampak wajahnya terperanjat. Katanya: “Lalu apa yang harus kita lakukan? Apakah para Yogi dan Sanyasin sudah tidak mampu lagi membangun aklak manusia purohita”

Angni :”Undanglah dengan penuh kehormatan Mahakali, Ibu Bumi, ke persidangan, kita lakukan puji-pujian dan berbagai yang menyenagkanNya. Mintalah anugrahNya. Paduka harus bicara dengan para tetua dan Guru kita Mahaguru Brahaspati”.

Indra: “Baikla aku aku menghadap Dewaresi Narada untuk menemui Mahakali dan menyampaikan undangan. Tapi aku akan menemui Mahaguru Brahasapathi terlebih dahulu”.

Beberapa saat mucul para dewa, dan juga Brahaspathi. Semua Dewa sujud kehadapan Mahaguru Brihaspathi,  guru para Dewa.

“Anakku sebagai raja para dewa Engkau harus segera bertindak. Kehendakmu untuk mengundang Mahakali, Ibu Bumi, dalam persidangan sangatlah bagus, dan mohonlah perkenan Dewarsi Narada untuk menemuiNya”.

Maka dipersiapkanlah persidangan yang sangat mewah untuk menyenangkan Mahakali, lantunan Samanveda diperdengarkan. Bahan bahan pengharum ditebar disetiap sudut paseban. Bunga keemasan disebar disepanjang jalan menuju paseban yang akan dilalui Mahakali.

Indraloka nampak megah dan bersinar. Persiapan telah mantap. Dewarsi Narada telah menyampaikan undangan kepada Mahakali. Kemudian muncul dihadapan Dewa Indra.

“Narayan..Narayan…Narayan…Indra engkau harus menyiapkan pertemuan ini dengan baik. Jangankan engkau SIvapun harus membiarkan diriNya menjadi alas kaki bagi Mahakali bila marah. Ini resiko yang harus engkau ambil. ENgkau juga sudah mendengar permohonan manusia dari bumi, agar para dewa segera bertindak. Diantara mereka juga sudah ada menuju ke kiri untuk menemui dan memuja anak anak Mahakali. Apabila itu terjadi, bukan saja Indraloka bergoncang tetapi keseimbangan alam semesta akan terganggu..Lakukanlah dengan baik”, setelah berbicara demikian Dewarsi Narada gaib.

Para dewa telah berkumpul di paseban Indraloka. Mahaguru Brahaspati menemani Dewa Indra di pintu gerbang untuk menyambut kedatangan Dewi Mahakali. Berhembus angin lembut mengibarkan kain kain penghias paseban, lalu tercium lembut keharuman yang bernuansa kahyangan, pertanda Dewi Mahakali telak akan menapakkan kakinya di gerbang paseban. Terdengar auman singa yang membuat bulu kuduk bangkit dan rasa tunduk yang dalam. SInga itu melangkah perlahan, dengan kepala tegak dan taringnya yang runcing dan berkilau membuat takluk para dewa. Di punggung SInga Maharaja berstana Dewi Mahakali, dengan senyum yang sangat menawan. Para dewa menunduk dalam dengan tangan bersidekap di bawah dadanya.

Mahaguru Brahaspati, mencangkupkan tangannya dan menyambut Dewi Mahakali diikuti Dewa Indara yang napak tidak berdaya.

“Sembah sujudku paduka…telah berkenan memenuhi undangan kami para dewa yang tidak berdaya. Hidup mahakali..hidup mahakali..hidup mahakli”. Terdengar para dewa serentak mengikuti apa yang dicuapkan Mahagurunya. Jaya Mahakali..Jaya Mahakali…Jaya Mahakali. Setelah mempersilahkan Mahakali bestana di singgasana yang tinggi yang terbuat dari emas, dan mutu manikam, Dewi Kali mengangkat tangannya:
“Atas puji-pujian para Dewa dan lantunan Samanveda yang merdu, yang menyambutkku dengan penuh hormat aku akan manganugrahkan satu permintaan kepada para Dewa. Namun sebelumnya..aku ingin mendengar apa yang telah Mahguru Brahaspathi lakukan selama ini sehingga para dewa membiarkan manusia melampui batasnya?”. Mendengar permintaan Mahakali, Mahaguru Brakaspathi segara ke tengah paseban dan menyura dengan sangat hormat dan taksim.

“Hamba paduka…ini adalah kelalaian kami para dewa. Hamba sebagai guru para dewa juga merasa gagal untuk dalam membangun karakter mereka..ampunilah hamba paduka. Sebagai guru mereka hamba akan segera melakukan evaluasi apa yang terjadi sehingga manusia mengalami kealpaan dalam menjalankan swadharmanya:, kata Brahaspathi.

“Mahaguru Brahaspati Aku menasehatimu, sesekali engkau juga harus belajar dari Mahaguru Sukrachaya yang bijaksana. Meskipun saudaramu itu memilih menjadi guru para Asura dan Raksasa, tetapi dalam hal hal tertentu mereka memiliki kemuliaan. Ingatlah Raksana, Asura dan para Dewa adalah saudara kandung lain Ibu. Ingatlah pada keagungan gurumu sendiri Maharsi Pulasya, sebagai ayah mereka. Bila ini dapat diwujudkan alam semesta akan mengalami keseimbangan. AKu sebagai penguasa kali, juga memiliki batasan sebagaimana tugasku. Apakah engkau paham maksudku Mahaguru Brahaspati?”. Mendengar sabda Mahkali, Mahaguru Brahaspati sujud dan bersimpuh menundukkan kepalanya di lantai pertanda taklum.

“Daulat paduka…hamba akan melakukan perintahMu”, sebelum selesai perkataanya. Muncul Mahaguru Sukracharya, yang memegang tongkatnya melebihi tinggi badannya.

“Daulat paduka…, kata Mahaguru Sukracharya.

Mahakali tersenyum kemudian meninggikan suaranya sehingga menjadi lengkingan yang memekakkan telinga, beberapa dewa tampak terkulai di kursinya. Mahaguru Barahsapathi dan Mahaguru SUkracharya menundukkan kepalanya sujud lebih dalam. Lalu mereda dan tampak, Singa Maharaja bangkit dan siap ditunggangi Mahakali. Mahakli bestana di ats punggung SInga Maharaja, lalu singa itu melangkah ke tengah paseban dimana berdiri dengan hormat SUkarachaya dan Brahaspati sert Raja Dewa Indra. Setelah tiba di depan ketika dewa itu, Mahakali berhenti dan berkata:
“Sukracharya engkau sudah mendengar kata kataku, laksanakanlah. Dan engkau Raja Para Dewa…Indra aku anugrahkan satu permintaan, katakanlah”.

Dewa Indra bergetar dan menengankan dirinya, lalu berkata: “Hamba paduka…Engkau penguasa alam semesta ini atas anugrahMu kami para dewa akan mendapatkan kebahagian. Atas seijin dari Guruku Mahaguru Brahaspathi dan Paman Mahaguru SUkracahra aku memohon satu anugrahMu: musnahkanlah bangsa Krimee dan Krimenagj Raj”.

Mendengar permohonan Dewa Indra, Mahakali menoleh pada Krimee Raja. Krime raja nampak mengigil. Dewi Mahakali kemudian bersabda:
”Indra..karena kebaikanmu yang telah menerimaku dengan sangat baik permohonamu tidak aku penehu seluruhnya….Krimee Raja tidak boleh musnah karena ia bagain dari upaya membangun keseimbangan alam semesta. Namun aku pastikan Krimee Raja akan meredakan dan mengembalikan seluruh krime ke kandangnya. Krime akan tetap ada sebatas pada tujuan untuk keseimbangan alam. Karena ini sudah terlanjur melewati batasan aku juga akan memberikan hukuman kepada Krimee Raja. Namun engkau harus berjanji kepadaKu Indra..engkau harus mampu membangun aklak manusia menuju pada pengabdian yang tulus tanpa pamerih. AKu tahu tidak mudah mencapai itu..namun bila mereka bertekad bangsa krime akan takluk. Camkanlah kata kataku, bersamaan dengan berakhirnya kata kata itu, Mahakali lenyap secara gaib dari pandangan para Dewa.

“Narayan..Narayan..Narayan…Engkau telah mendapat anugrah sesuai dengan apa yang engkau inginkan Dewa Indra. Mungkin beberapa Manwantara,,,engkau tidak akan dapat menemui Mahakali lagi… Narayan….. narayan……narayan..”, kemudian Dewarsi Narada Gaib.

Mahaguru Sukracharya dan Mahaguru Brahaspathi saling berpelukan. Indra diberi puji-pujian oleh para dewa. Lantunan Samanveda terdengar di langin dan suara gamelan dewata. Manusia di dunia juga telah mulai berhasil menemukan pamungkas Corona Virus. Orang orang semakin rajin malakukan ibadah, dan mendirikan tempat tempat pemujaan di kantong kantong umat manusia. Mereka akan menuju pada kasih sejati (Kendari, 14.04.2020/10.41).

Unaaha, 26 April 2020 
Post By Bindu Konawe (INS)

Jumat, 17 April 2020

"Wafatnya Sri Krishna : Pertemuan Sri Rama dan Kapiwara Subali” Oleh: I Ketut Puspa Adnyana


Wafatnya Sri Krishna :
Pertemuan Sri Rama dan Kapiwara Subali *)
Oleh :  I Ketut Puspa Adnyana - Kendari, 17.04.2020/8:04 *)
Widyaiswara Ahli Utama 

Gajah Oya, Ibukota Kerajaan Hastinapura berduka, hanya beberapa puluh tahun setelah perang besar Wangsa Kuru, tidak ada satupun wangsa kuru selamat. Yudistira merasakan sepi dan sesal yang medalam, Ia kehilangan satu satunya anaknya. Tetapi ia menyesali telah membunuh guru gurunya bahkan juga kakak sulungnya: Karna. Untuk apa tahta ini. Untungkah ada Bima dan Arjuna yang menolonga dari usaha bunuh diri. Kepedihannya belum sungguh sirna, ketika mengetahui Paman Destarata, Paman Widura, Bibi Gandari dan Ibunya sendiri Ibu Kunti hangus terlalap api akibat amukan pemberontak Tatsaka, raja para nega yang menggulingkan Basuki.

Kegetirannya bertambah dan tidak perlu lagi ingin hidup, setelah mendengar Dwaraka kena bencana besar. Mereka segera ke Dwarawati, namun yang dilihatnya gulungan gelombang yang menghancurkan dan menenggelamkan Kerajaan yang termasyur itu, tanpa sisa. Yudistira menyadari, kutukan Bibinya Dewi Gandari menjadi kenyataan. Ia segera mencari dimana Balarama dan Sri Krishna. Pandawa dan para pandita dibantu prajurit dan rakyat mengumpulkan jenazah yang dapat ditemukan. Namun mereka belum menemukan Sri Krishna. Dimanakah Sri Krishna, semua orang bertanya tanya. Dwaraka telah tenggelam.

Pengemis itu dengan perasaan yang canggung penuh ragu mendekati Sri Krishna pujaannya yang tampak lelah dan menyandarkan tubuhnya di akar pohon besar. Ia merasa yakin itulah junjungannya. Ia ingin myakinkan penglihatannya bahwa junjungannya masih hidup. Ia melihat gerakan dada yang teratur tetapi sangat lemah. Ia sering melantunkan kidung kidung suci mengenai pesan pesan Sri Krishna. Orang orang akan berkumpul dan mendengarkan kidungnya yang merdu. Seekor anjing buta yang setia menemani pengemis itu, karenya diberi nama Dharma. Pengemis itu selalu melantunkan nama Sri Krishna. “Hare Krishna Hare Krishna Hare Krishna, Hare Rama Hare Rama…Rama Rama Hare Hare”.

Sri Krishna membuka matanya ketika mendengar lantunan kidung yang menyebut namaNya, yang Ia tunggu. Pengemis itu perlahan menjauh dan menjaga jarak. Sri Krishna menatap pengemis itu, dan bersabda dengan senyum yang menawan:

“Kemarilah….engkau adalah temanKu”. Mendengar panggilan Sri Krishna, pengemis itu ragu dan menahan geraknya. “Kemarilah..jangan ragu, Aku adalah SahabatMu”. Pengemis itu mendekat.

“Paduka aku hanyalah seorang dari kasta yang sangat rendah…chandala. Mana mungkin hamba berani mendekati Paduka..akan membuat Paduka berdosa”.

Sri Krishna tersenyum: “Siapakah yang menentukan seseorang berdosa atau tidak sahabatKu. Siapakah yang membuat aturan itu kawanKu?”, suara Krishna sangat lembut.

Pengemis itu mendekat sekitar tiga tombak dan bersikap menyembah. Lalu ia dengan suara parau dan air mata bercucuran, berkata:

“Paduka ini telah terjadi semenjak aku lahir. Begitulah yang aku lihat dalam kehidupan ini. Mengapa ini terjadi Paduka”.
Krishna tersenyum : “Aku telah menciptakan hukum yang abadi disebut Rta. Setelah itu aku tidak merasa perlu menghiraukannya lagi. Kuciptakan empat golongan manusia berdasarkan swadharmanya. Bila mereka melaksanakan dharmanya masing masing dunia ini akan harmonis dan seimbang. Namun untuk mencapainya tidak mudah, karena manusia macam apapun masih terikat oleh triguna. Orang orang akan bersifat tenang dan damai bila mereka dipengaruhi sifat satwa. Orang orang akan bersifat agresif dan aktif bila mereka dipengaruhi oleh sifat rajas. Yang terakhir mereka menjadi pemalas dan tidur bila dipengaruhi sifat tamas. Kemudian empat golongan manusia. Pertama mereka yang terus menerus mengejar pengetahuan. Pengetahuan yang diperolehnya untuk membantu golongan yang lain dan menjernihkan dirinya sendiri untuk membangun kesadaran, yang Aku sebuat dengan Brahmana. Golongan manusia yang menguyakan keamanan dan ketertiban dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan sosial, yang Aku sebut Kesatrya. Manusia membutuhkan berbagai kebutuhan hidup dan pengembangan kemakmuran, sandang, pangan dan papa, yang Aku sebut Waisya. Apakah diantara kalian dapat hidup tanpa ketersediaan berbagai kebutuhan? Orang orang yang membantu golongan lain, yang mengolah sawah, yang mengupayakan pertanian, peternakan dan lainnya, golongan ini Aku sebut Sudra”, kata Sri Krishna tersenyum kemudian menarik nafas panjang tampak letih. Pengmis itu kemudian..menyembah dan berkata.

“Paduka telah menjelaskan tentang 4 golongan manusia: barahmana, kesatrya, waisya dan sudra. Paduka juga sudah menjelaskan tentang tiga sifat yang melekat pada manusia yang disebut Triguna. Lalu kenapa hamba disebut chandala…yang lebih rendah daripada sudra. Paduka tidak menyebutkan golongan ini. Paduka maha mengetahui…mohon berikan penjelasan kepada hamba”.

Sri Krishna bersabda: “Engkau telah mengetahui semua itu kawanKu. Engkau sebenarnya bisa menjelaskannya dengan baik, namun engkau melupakannya. Engkau sudah lahir berulangkali, namun engkau melupakannya, Aku mengetahui. Baiklah akan Aku jelaskan lagi. Selalu ada penyimpangan dalam proses mencari keseimbangan, karena adanya pertemuan antara manas, budi, ahangkara atau ego. Ego inilah yang sering membuat manusia lupa pada jati dirinya. Karena egonya, ia akan menyebut ini milikku, ini saya, ini aku, dan semua yang dilingkupi ego. Tugas seseorang harus melenyapkan egonya, melepaskan egonya. Apakah engkau pernah mendengar pembagian manusia menjadi pengemis, pengusaha, pengelana, penyamun, dan lainnya. Aku hanya menggolongkan manusia menjadi 4 itu saja. Inilah hukumnya. Lalu mengapa engkau disebut pengemis? Siapa yang memberikan stigma itu. Bukankah orang orang yang merasa dirinya lebih tinggi? Mengapa orang orang merasa lebih tinggi dari yang lainnya? Karena mereka belum memahami dirinya sendiri. Ia melupakan pelajarannya. Golongan Brahmana seharusnya memberikan penjelasan mengenai apa yang ia ketahui. Karena Brahmana seorang terpelajar. Namun beberapa kelompok brahmana membuat aturan itu untuk menguntungkan dirinya. Engkau pernah memahami ini dengan baik..sahabatKu”.

Keesaan Tuhan dan Peta Wilayah Kognitif Teologi Hindu: Kajian Pustaka tentang Pluralitas Konsep Teologi dalam Hindu


Keesaan Tuhan dan Peta Wilayah Kognitif Teologi Hindu:
Kajian Pustaka tentang Pluralitas Konsep Teologi dalam Hindu
I Ketut Donder Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Artikel besumber dari :
‘HARMONI’ Jurnal Multikultural & Multireligius.
Volume 14, Nomor 2,  Mei - Agustus 2015.
Penerbit: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat,
Kementerian Agama RI

Abstract
All religions worship to one God yet they have different ways to understand and pray. They teach transcendental concept that is not easy to understand. Therefore, it is required a knowledgeable spiritual teacher to understand the religion properly. Different understandings on transcendental concept are caused by different religious level that someone has. The Hindu sages have solved this problem by providing two areas of cognitive theology, namely Nirguna Brhman and Satguna Brahman and each is divided further into their subtheologies. The various Hindu theologies aim to bring human beings whose different religious level having same understanding on God. It can avoid misconception on Hindu teaching. Keywords:  God, Area, Cognitive, Theology, Hindu

Abstrak
 Semua agama menyembah Tuhan Yang Maha Esa, hanya nama-Nya, metode memahami-Nya, dan cara menyembahNya berbeda-beda. Semua agama mengajarkan hal transendental yang tidak mudah dipahami. Oleh sebab itu, untuk memahami secara baik dan benar suatu agama membutuhkan panduan seorang guru yang memiliki pengetahuan yang mapan tentang agama. Keanekaragaman pemahaman terhadap yang transendental sebagaimana diajarkan dalam semua agama disebabkan oleh perbedaan tingkat pengetahuan rohani setiap orang. Para bijak Hindu memberikan solusi terhadap pelan ini dengan membuat dua garis besar peta wilayah kognitif teologis, yaitu teologi Nirguna Brahman dan teologi Saguna Brahman, selanjutnya dijabarkan menjadi sub-sub teologi sesuai peta pemahaman teologi setiap orang. Keragaman teologi diciptakan dalam Hindu bertujuan agar semua manusia dengan tingkat kerohanian yang berbeda sama-sama memiliki pemahaman tentang Tuhan. Melalui pemahaman yang benar terhadap teologi Hindu, seseorang tidak akan salahpaham terhadap Hindu. Kata kunci: Tuhan, Wilayah, Kognitif, Teologi, Hindu 

Pendahuluan
Para intelektual Hindu harus berpikir serius untuk memberikan penjelasan rasional tentang berbagai hal, seperti ritual Hindu yang sering mendapat kritikan baik berasal dari luar muapun dari umat sendiri (Pandit, 2010:128 dan Donder, 2013:1). Artikel ini para intelektual ingin mendorong lebih serius berpikir tentang Teologi Hindu. Hal ini sesuai dengan tuntutan zaman seiring karakter dan peradaban masyarakat modern yang dibentuk oleh hasil kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ciri masyarakat modern dewasa ini adalah rasional dan ilmiah, termasuk ketika berdialog tentang Tuhan. Mereka membutuhkan jawaban-jawaban ilmiah dan rasional. Terkait dengan tuntutan karakter masyarakat modern seperti itu, umat Hindu belum siap berdialog teologis dengan umat agama lain. Hal ini disebabkan karena berteologi dalam lingkungan umat Hindu termasuk di lingkungan para akademisinya belum lazim.

Di lingkungan umat Hindu baik di India maupun di Indonesia (Bali) lebih lazim berdialog secara fi losofi s daripada berdialog secara teologis. Beberapa guru besar (profesor) di bidang fi losofi , mereka juga bersikap dingin terhadap wacana teologi, alasannya karena teologi itu cenderung bersifat dogmatis dan apologetik. Walaupun pandangan mereka sah-sah saja, namun dalam abad post modern ini setiap umat beragama (utamanya para tokoh umat) mutlak harus memahami teologi agama yang dianutnya. Jika mereka tidak memiliki pengetahuan teologis, maka mereka tidak akan mampu membedakan antara berteologi dan berfi lsafat. Dialog teologis menggunakan sumber teks kitab suci sebagai argumentasinya, sedangkan dialog fi losofi  mengandalkan jawaban spekulatif dari pikiran fi losofi  secara radikal, dibantu juga oleh pandangan para filsuf.

Tradisi para intelektual Hindu yang tidak suka dengan dialog teologis mengakibatkan sangat langkanya karya intelektual Hindu di bidang teologi, khususnya karya yang berjudul Teologi Hindu. Berdasarkan data, di India sendiri hanya ada satu buku Teologi Hindu yang ditulis oleh orang asing, yaitu Dr. Jose Pereira (1976, 1991, 2012), seorang peneliti, penulis dan merangkap sebagai misionaris Kristen. Ia menyusun Teologi Hindu bersumber pada kitab-kitab Upanisad yang tidak lain adalah pustaka fi lsafat. Di Indonesia hanya ada empat buku yang menyinggung tentang Teologi Hindu, keempat buku tersebut ada yang secara eksplisit berjudul Teologi Hindu dan ada yang bersifat inplisit.

Keempat buku tersebut adalah, Pertama, buku yang disusun oleh Gde Pudja, M.A., SH. (1977), dengan judul Teologi Hindu (Brahma Widya), buku ini terlalu kecil dilihat dari jumlah halamannya yang hanya berjumlah 54 halaman. Buku ini juga terlalu kecil dilihat dari sudut pandang objek formalnya karena di dalam buku ini belum ada uraian yang jelas tentang apa dan bagaimana struktur epistemologi Teologi Hindu itu.

Buku kedua, adalah buku yang disusun oleh Dr. I Made Titib (2003). Buku ini walaupun lebih tebal dari buku pertama, yakni 498 halaman, namun di dalamnya hanya 45 halaman membahas secara khusus tentang ketuhanan dalam Hindu. Buku ini juga belum menunjukkan karakter teologis dan prosedur epistemologi Teologi Hindu secara jelas dan tegas. Dalam buku ini, objek formal Teologi Hindu juga belum dibahas secara lugas. Buku ini hanya secara implisit menguraikan tentang Teologi Hindu, sebab buku ini ditulis dengan judul Teologi dan Simbol-Simbol dalam Agama Hindu.

Buku ketiga, adalah buku yang ditulis oleh I Ketut Donder (2006) dengan judul Brahmavida – Teologi Kasih Semesta. Buku setebal 364 ini di dalamnya terdapat uraian ontologi, epistemologi dan aksiologi teologi secara umum serta ontologi, epistemologi dan aksiologi Teologi Hindu. Selain itu dalam buku ini juga terdapat kritik terhadap bangunan ilmu teologi saat ini yang dikungkung oleh dogmatika dan apologetika.

Buku keempat, adalah buku yang juga ditulis oleh I Ketut Donder (2010) berjudul Teologi – Memasuki Gerbang Ilmu Pengetahuan Ilmiah Tentang Tuhan Paradigma Sanatana Dharma. Buku ini merupakan perluasan dari buku sebelumnya. Dalam buku ini terdapat uraian tentang wilayahwilayah kognitif teologi yang sangat berguna untuk mempelajari temtang evolusi pemahaman manusia terhadap pengetahuan ketuhanan (teologi). Perbedaan kognitif teologis pada setiap orang dan kelompok orang tidak perlu diperdebatkan. Perbedaan cara pandang merupakan esensi dari isi dunia yang bersifat plural (pluralism). Sesuai dengan karakter dunia yang plural, maka Teologi Hindu (Brahmavidya) dibangun atas dua cabang utama, yaitu Teologi Nirguna Brahman dan Teologi Saguna Brahman. Kedua cabang teologi tersebut dikembangkan dalam berbagai derivasi (cabang, turunan) teologis berupaya memberikan solusi terhadap konfl ik pemahamn teologis dari semua orang dalam semua tingkatan umur dan semua tingkatan pengetahuan.

Artikel ini merupakan jenis studi kualitatif dengan pendekatan teologi Hindu. Studi kualitatif yang dimaksudkan dalam artikel ini adalah kualitatif interteks yang terfokus pada teks (buku) karya Donder (2010) dengan judul Teologi: Memasuki Gerbang Ilmu Pengetahuan Ilmiah Tentang Tuhan Perspektif Sanatana Dharma. Alasan tentang fokus studi teks pada buku karya Donder tersebut karena hanya dalam buku tersebut terdapat perihal uraian secara jelas tentang pluralisme konsep Teologi Hindu, evolusi kesadaran teologi, yang disebut wilayah-wilayah teologi. Datadata diperoleh langsung dari teks-teks (buku) yang berkaiatan dengan teologi Hindu yang selanjutnya diverifi kasi, reduksi, dan kemudian dianalisis secara deskriptif. Pada bagian terakhir dari studi ini dilakukan penarikan kesimpulan.       

Minggu, 12 April 2020

“SRADDHA” (Dharma Tula Bindu Konawe Bersama Sahabat Bindu Konawe)

“SRADDHA”
(Dharma Tula Bindu Konawe Bersama Sahabat Bindu Konawe)
Oleh : I Nengah Sumendra 

Om Swastyastu,
Asung kerta waranugraha Ida Sanghyang Widhi Wasa Tuhan Yang Maha Esa, kembali Bindu Konawe bersua ditengah-tengah keseharian Umat Sedharma, dalam siar ataupun pewartaan ajaran Agama Hindu lewat tulisan singkat ini. Adapun tema yang dapat Bindu Konawe haturkan pada kesempatan ini yaitu : “Sraddha”.    

Umat sedharma sebagai Wedantana dan Wedantini dimanapun berada, pada pewartaan kali ini, dibuat dalam bentuk Dharma Tula atau diskusi tentang ajaran agama Hindu antara Bindu Konawe dengan para sahabat Bindu Konawe di halaman Blogger Media Informasi Penyelenggara Hindu Kantor Kementerian Agama Kabupaten Konawe. Berikut dagelan singkat Dharma Tula yang dimaksud, selamat menyimak. 

Bindu Konawe :
Para sahabat Bindu Konawe sebelum kita mulai Dharma Tula ini, mari bersama-sama mengucapkan salam panganjali umat: Om Swastyastu, 

Sahabat Bindu Konawe yang Wedantana dan Wedantini, sebuah kehormatan bagi Bindu Konawe dan terimakasih kami ucapakan karena telah berkenan datang untuk bersua bersama di Pasraman Media Informasi Bindu Konawe ini.

Sahabat Bindu Konawe :
Om Swastyastu Bindu Konawe, terimakasih pula kami ucapkan atas perkenannya Bindu Konawe meluangkan waktunya menerima kedatangan kami. Dengan kerendahan hati kami semua datang untuk mendengarkan tutur agama Hindu sekaligus berdharma tula dengan Bindu Konawe.

Bindu Konawe : 
Mimih Dewata Ratu, Angayubagia Sih Hyang Widhi Wasa, santai saja, silahkan dicicipi dulu minuman dan jaje lempog (bhs bali) untuk menghangatkan suasana bersua kita kali ini.

Bailah Para Sahabat Bindu Konawe, Agama Hindu disebut pula dengan Hindu Dharma, Vaidika Dharma (Pengetahuan Kebenaran) atau Sanatana Dharma (Kebenaran Abadi). Agama Hindu menempatkan pustaka suci Veda sebagai sumber kebenaran tertinggi yang bersifat statis “sanatana” (kekal abadi) dan dinamis “nutana” (relevan dengan perkembangan zaman ataupun tampil dalam peremajaan sesuai dengan zaman-nya).

Hal mutlak yang harus dimiliki oleh seseorang yang memeluk agama Hindu adalah keyakinan (sraddha) yang kokoh, teguh atau ketetapan hati yang mantap terhadap ajaran agama Hindu yang dianutnya. Tanpa sebuah keyakinan atau keimanan mustahil umat Hindu akan memiliki ketaqwaan dan kepatuhan atau rasa bhakti kepada ajaran agamanya. Oleh sebab itu dalam agama Hindu sraddha menjadi mutlak yang harus ditanamkan pun dipatri dalam setiap hati sanubari umatnya.

Sahabat Bindu Konawe :
Mohon maaf Bindu Konawe, izinkan kami memtong ulasan dari Bindu Konawe. Apakah Sraddha itu Bindu Konawe, sehingga begitu penting bagi umat Hindu untuk mengetahui dan memahaminya ?

Bindu Konawe :  
Baiklah para sahabat Bindu Konawe yang prema santih, sebelum Bindu Konawe mengulas tentang tentang keutamaan dan pentingnya ajaran Agama Hindu tentang Sraddha, maka hal yang pertama patut kita ketahui dan pahami adalah arti ataupun dimensi makna dari kata “Sraddha” itu.

Secara etimologi kata sraddha, berasal dari bahasa Sanskerta ‘sraddhā’ itu berasal dari akar kata śrat, sebuah akar kata benda yang berarti ‘hati’ dan akar kata dhā yang berarti menempatkan.  Dengan demikian kata sraddha berarti: ‘menempatkan hati seseorang pada sesuatu’.

Menurut beberapa sumber sraddha mengandung pengertian diantaranya : keimanan, kepercayaan, keyakinan, penuh kepercayaan, penuh keimanan, percaya kepada, loyal, percaya dengan wahyu suci, kepercayaan agama, ketenangan pikiran, kerukunan, keakraban, rasa hormat, penghormatan, keinginan kuat atau berapi-api, dan keinginan seorang wanita hamil. Kata sraddha juga dijumpai dalam Vajasaneyi Samhita, disebutkan bahwa sraddha adalah kebenaran dan asraddha adalah dusta.

Sumber lain juga disebutkan bahwa sraddha berasat dari kata ‘śrat’ sebagai salah satu sinonim dari kebenaran (satyanamani) dan sraddha sebagai ‘sikap pikiran berdasarkan kebenaran’. Sraddha juga sebagai astikyabuddhi, yaitu penegasan sikap mental atau visvasa, kepercayaan. Ia juga menguraikan visvasa sebagai paraloka visvasa yaitu, kepercayaan akan dunia setelah kematian. Sraddha juga mengandung makna ; penghormatan yang tinggi, kepercayaan, suatu bentuk tertentu dari keinginan manusia, dan menjelaskan śraddhādhanah sebagai mereka yang memiliki kepercayaan dalam dan semangat pada pelaksanaan ritualistik.

Selanjutnya dari berbagai macam penafsiran pengertian sraddha, bahwa sraddha yaitu; menyatakan suatu keinginan hati akan sesuatu, dan suatu kepercayaan atau keyakinan pada sesuatu untuk mewujudkan keinginan tersebut. Kedua makna ini mengacu pada fungsi-fungsi hati (nurani).

Berdasarkan beberapa sumber di atas, dapat dijelaskan bahwa kata Sraddha berasal dari bahasa sanskerta yang mengandung arti diantaranya; keyakinan, keimanan, kepercayaan, kerukunan dan keakraban, rasa hormat dan penghormatan, penegasan sikap mental, keinginan hati, kemantapan hati, ketenangan pikiran; yang tak tergoyahkan terhadap kebenaran dan kesucian yang terkandung dalam kitab suci atau sastra suci, serta kode/tanda moral dan ritual yang dikandungnya.

Sraddha adalah keyakinan, kepercayaan, penegasan sikap mental, keinginan hati, kemantapan hati (nurani), ketenangan dan kesucian pikiran, perkataan dan tindakan; yang melandasi umat Hindu terhadap keberadaan dan kebenaran semua ajaran Agama Hindu dalam kerangka “Tattwa dan atau filsafat, Susila, Acara dan Sadhana” yang bersumber dari pustaka suci Veda ataupun susastra suci-nya dalam dimensi yang mencakup kesegala arah dan aspek kehidupan, baik itu keberadaan yang bersifat spiritual (rohani) dan fisikal (jasmani), kehidupan sakala ataupun niskala.


Sahabat Bindu Konawe :
Terimakasih Bindu Konawe atas ulasan dari kata Sraddha, selanjutnya apa keutamaan dari Sraddha itu Bindu Konawe ?