BINDU KONAWE - MEDIA INFORMASI

SLOGAN BLOG BINDU KONAWE

<<SELAMAT DATANG DI BINDU KONAWESELAMAT DATANG DI BINDU KONAWE >>

Jumat, 17 April 2020

"Wafatnya Sri Krishna : Pertemuan Sri Rama dan Kapiwara Subali” Oleh: I Ketut Puspa Adnyana


Wafatnya Sri Krishna :
Pertemuan Sri Rama dan Kapiwara Subali *)
Oleh :  I Ketut Puspa Adnyana - Kendari, 17.04.2020/8:04 *)
Widyaiswara Ahli Utama 

Gajah Oya, Ibukota Kerajaan Hastinapura berduka, hanya beberapa puluh tahun setelah perang besar Wangsa Kuru, tidak ada satupun wangsa kuru selamat. Yudistira merasakan sepi dan sesal yang medalam, Ia kehilangan satu satunya anaknya. Tetapi ia menyesali telah membunuh guru gurunya bahkan juga kakak sulungnya: Karna. Untuk apa tahta ini. Untungkah ada Bima dan Arjuna yang menolonga dari usaha bunuh diri. Kepedihannya belum sungguh sirna, ketika mengetahui Paman Destarata, Paman Widura, Bibi Gandari dan Ibunya sendiri Ibu Kunti hangus terlalap api akibat amukan pemberontak Tatsaka, raja para nega yang menggulingkan Basuki.

Kegetirannya bertambah dan tidak perlu lagi ingin hidup, setelah mendengar Dwaraka kena bencana besar. Mereka segera ke Dwarawati, namun yang dilihatnya gulungan gelombang yang menghancurkan dan menenggelamkan Kerajaan yang termasyur itu, tanpa sisa. Yudistira menyadari, kutukan Bibinya Dewi Gandari menjadi kenyataan. Ia segera mencari dimana Balarama dan Sri Krishna. Pandawa dan para pandita dibantu prajurit dan rakyat mengumpulkan jenazah yang dapat ditemukan. Namun mereka belum menemukan Sri Krishna. Dimanakah Sri Krishna, semua orang bertanya tanya. Dwaraka telah tenggelam.

Pengemis itu dengan perasaan yang canggung penuh ragu mendekati Sri Krishna pujaannya yang tampak lelah dan menyandarkan tubuhnya di akar pohon besar. Ia merasa yakin itulah junjungannya. Ia ingin myakinkan penglihatannya bahwa junjungannya masih hidup. Ia melihat gerakan dada yang teratur tetapi sangat lemah. Ia sering melantunkan kidung kidung suci mengenai pesan pesan Sri Krishna. Orang orang akan berkumpul dan mendengarkan kidungnya yang merdu. Seekor anjing buta yang setia menemani pengemis itu, karenya diberi nama Dharma. Pengemis itu selalu melantunkan nama Sri Krishna. “Hare Krishna Hare Krishna Hare Krishna, Hare Rama Hare Rama…Rama Rama Hare Hare”.

Sri Krishna membuka matanya ketika mendengar lantunan kidung yang menyebut namaNya, yang Ia tunggu. Pengemis itu perlahan menjauh dan menjaga jarak. Sri Krishna menatap pengemis itu, dan bersabda dengan senyum yang menawan:

“Kemarilah….engkau adalah temanKu”. Mendengar panggilan Sri Krishna, pengemis itu ragu dan menahan geraknya. “Kemarilah..jangan ragu, Aku adalah SahabatMu”. Pengemis itu mendekat.

“Paduka aku hanyalah seorang dari kasta yang sangat rendah…chandala. Mana mungkin hamba berani mendekati Paduka..akan membuat Paduka berdosa”.

Sri Krishna tersenyum: “Siapakah yang menentukan seseorang berdosa atau tidak sahabatKu. Siapakah yang membuat aturan itu kawanKu?”, suara Krishna sangat lembut.

Pengemis itu mendekat sekitar tiga tombak dan bersikap menyembah. Lalu ia dengan suara parau dan air mata bercucuran, berkata:

“Paduka ini telah terjadi semenjak aku lahir. Begitulah yang aku lihat dalam kehidupan ini. Mengapa ini terjadi Paduka”.
Krishna tersenyum : “Aku telah menciptakan hukum yang abadi disebut Rta. Setelah itu aku tidak merasa perlu menghiraukannya lagi. Kuciptakan empat golongan manusia berdasarkan swadharmanya. Bila mereka melaksanakan dharmanya masing masing dunia ini akan harmonis dan seimbang. Namun untuk mencapainya tidak mudah, karena manusia macam apapun masih terikat oleh triguna. Orang orang akan bersifat tenang dan damai bila mereka dipengaruhi sifat satwa. Orang orang akan bersifat agresif dan aktif bila mereka dipengaruhi oleh sifat rajas. Yang terakhir mereka menjadi pemalas dan tidur bila dipengaruhi sifat tamas. Kemudian empat golongan manusia. Pertama mereka yang terus menerus mengejar pengetahuan. Pengetahuan yang diperolehnya untuk membantu golongan yang lain dan menjernihkan dirinya sendiri untuk membangun kesadaran, yang Aku sebuat dengan Brahmana. Golongan manusia yang menguyakan keamanan dan ketertiban dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan sosial, yang Aku sebut Kesatrya. Manusia membutuhkan berbagai kebutuhan hidup dan pengembangan kemakmuran, sandang, pangan dan papa, yang Aku sebut Waisya. Apakah diantara kalian dapat hidup tanpa ketersediaan berbagai kebutuhan? Orang orang yang membantu golongan lain, yang mengolah sawah, yang mengupayakan pertanian, peternakan dan lainnya, golongan ini Aku sebut Sudra”, kata Sri Krishna tersenyum kemudian menarik nafas panjang tampak letih. Pengmis itu kemudian..menyembah dan berkata.

“Paduka telah menjelaskan tentang 4 golongan manusia: barahmana, kesatrya, waisya dan sudra. Paduka juga sudah menjelaskan tentang tiga sifat yang melekat pada manusia yang disebut Triguna. Lalu kenapa hamba disebut chandala…yang lebih rendah daripada sudra. Paduka tidak menyebutkan golongan ini. Paduka maha mengetahui…mohon berikan penjelasan kepada hamba”.

Sri Krishna bersabda: “Engkau telah mengetahui semua itu kawanKu. Engkau sebenarnya bisa menjelaskannya dengan baik, namun engkau melupakannya. Engkau sudah lahir berulangkali, namun engkau melupakannya, Aku mengetahui. Baiklah akan Aku jelaskan lagi. Selalu ada penyimpangan dalam proses mencari keseimbangan, karena adanya pertemuan antara manas, budi, ahangkara atau ego. Ego inilah yang sering membuat manusia lupa pada jati dirinya. Karena egonya, ia akan menyebut ini milikku, ini saya, ini aku, dan semua yang dilingkupi ego. Tugas seseorang harus melenyapkan egonya, melepaskan egonya. Apakah engkau pernah mendengar pembagian manusia menjadi pengemis, pengusaha, pengelana, penyamun, dan lainnya. Aku hanya menggolongkan manusia menjadi 4 itu saja. Inilah hukumnya. Lalu mengapa engkau disebut pengemis? Siapa yang memberikan stigma itu. Bukankah orang orang yang merasa dirinya lebih tinggi? Mengapa orang orang merasa lebih tinggi dari yang lainnya? Karena mereka belum memahami dirinya sendiri. Ia melupakan pelajarannya. Golongan Brahmana seharusnya memberikan penjelasan mengenai apa yang ia ketahui. Karena Brahmana seorang terpelajar. Namun beberapa kelompok brahmana membuat aturan itu untuk menguntungkan dirinya. Engkau pernah memahami ini dengan baik..sahabatKu”.


Pengemis itu menyembah dan nampak lebih tenang, katanya:
“Paduka..hamba masih belum mengerti. Engkaulah yang maha mengetahui dan maha kuasa. Hamba mendengar kabar di masa lalu, Maharaja Rahwana tidak mengindahkan nasehat kakeknya, dan juga Mahabli yang ditundukkan oleh Sri Rama Chandra untuk menghilangkan 10 karekter buruknya itu. Bila ia menghilangkan 10 karekternya itu (dasamuka), ia akan menjadi seorang Sanyasin. Mohon Paduka dapat menjelaskan ini”.

Sri Krishna tersenyum dan meminta pengemis itu duduk lebih dekat, sabdanya:
“Engkau mendekatlah sahabtku….engkau sudah mulai mengingat dengan baik, siapa dirimu yang sebenarnya”. Pengemis itu mendekat namun tetap sadar harus menjaga jaraknya, karena ia merasa dirinya adalah seorang yang menyebakan orang lain berdosa. Kata Sri Krihsna melanjutkan, senyumnya masih mengembang:

“Engkau telah menyebut nama Maharaja Rahmana yang sangat hebat itu. Siapa lagi yang engkau ingat selain dirinya..sahabatku?”

Pengemis itu menyembah dan berkata: “Hamba adalah pemuja kelahiran paduka sebelumnya Sri Rama Chandra, juga ada nama nama pemuja lainnya Subali, Sugriwa, Hanuman dan Wibisana. Hamba mendengarkan kisah ini dengan sangat takjub. Hamba merasa berada dalam kisah itu…”, pengemis itu mengahiri kata katanya dengan sesenggukan karena merasa takjub.

“Dahulu kala pada masa Tretayuga..akau lahir ke dunia mengambil wujud yang sempurna Sri Rama Chandra. Saat itu aku mengajarkan dharma. Pada masa itu manusia masih sangat taat pada aturan dan hukum, Rta. Aku membunuh Maharaja Rahwana yang sakti mandraguna untuk menata kembali kehidupan sesuai dengan dharma. AKu telah berjanji ‘bilaman dharma terancam Aku akan lahir ke dunia mengambil wujud yang sesuai untuk mengembalikan dharma. Sekarang angkara murka sudah sirna, sehingga aku harus kembali ke Waikunta”. Sri Krihsna tiba tiba tertawa dan nampak wajahnya bersinar, pengemis itu menundukkan wajahnya dan menyebah lalu bersujud, lalu katanya:

“Tahukah engkau..sahabatKu, seharusnya aku membunuh Pandita Doumya, kaum ortodok yang begitu kuat memegang dharmasastra, seharusnya ia mengisahkan dan menjelaskan Sruti dan smerthi. Sayang aku telah membunuh Suyudana lewat tangan Bima. Aku telah membunuh Bhisma Yang Agung, aku telah membunuh Karna dan Mahaguru Drona yang sangat trenginas dalam menggunakan senjata, seorang dharmawira semuanya lewat tangan Arjuna. Di masa lalu aku telah membunuh seorang Hiranya Kasipu, Hiranyaksa, raja raja Asura yang menguasai triloka. Aku tidak membunuh Mahabali tetapi menaklukkannya, Maharaja Asura yang juga menguasai triloka. Engkau harus mengingat juga sahabatKu…aku juga di masa lalu membunuh seorang Kapiwara Maharaja Subali yang Agung, namun terperdaya oleh Rahwana dan memusuhi adiknya Sugriwa….

Sri Krishna memandang pengemis itu dengan lekat, pengemis itu menunduk dalam dan menyentuhkan kepalanya ke tanah tanda tunduk sedalamnya.

“Aku menambak dirimu dengan sebatang panah saat itu Maharaja Yang Agung, dari balik pohon. Tindakan ini disebut pengecut oleh Subali Yang Agung. Sekarang…, tataplah wajaku sekali lagi engkau akan menyadari siapa dirimu sebenarnya…..”

Pengemis itu menatap Sri Krishna, ia kemudian menangis tersedu sedu dan. “Amapunilah hamba Paduka….aku tahu kini..dan aku tidak akan pernah mencapai Waikunta karena dosaku yang besar.., kedimana Paduka yang penuh dengan kedamaian…..”, kata pengemis itu. Ia melihat dirinya tertancap panah di dadanya dan kemudian menghujat Sri Rama. Pengemis itulah Kapiwara SUbali Yang Agung, yang memiliki ajian pancasona.

Sri Krisnha tertawa…: “Engkau tidak perlu merasa menyesal..Maharaja Subali Yang Agung. Engkau terlahir menjadi seorang pengemis..chandala. Wuju pengemismu sebagai ganjaran, yang dulunya sangat terhormat sebagai raja bangsa kera untuk meningkatkan derajatmu lagi. Kini engkau bertemu denganKu, sesuai janjiKu. Iya…Subali engkau belum aku ijinkan untuk bersamaku di Waikunta..karena engkau masih  Aku utugaskan untuk terus mengidungkan nama nama suciKu. Suatu saat bila engkau sudah sangat bersih. Aku sendiri akan menyemputmu untuk tinggal bersamaku di Wakunta”.
Pengemis itu tetap menyembah, ia mengusap air matanya dan menunduk dan diam. Sri Krishna kemudian meminta Subali mendekat, sejangkaun tangan Sri Krihna. Pengemis itu duduk dengan sikap hormat, lalu Sri Krishna menyentuh kepala pengemis itu.

“Engkau akan terus mengidungkan nama nama suciKu, bersama Aswatama, barhamin pendosa itu---pengemis gila yang akan menjadi temanmu. Menyebarkan ajaranKu”.

Subali : ”Setelah memahami siapa diri hamba, hati hamba sangat lega. Rasa damai menyelinap kesluruh raga hamba. Hamba siap melaksanakan tugas apapun. Apa yang hamba lakukan sekarang Paduka?”

“Maharaja Subali Yang Agung….engkau memahami arti persahabatan dan cinta. Apa pengertianmu tentang dua kata ini?”, tanya Sri Krishna.

Pengemis itu, reinkarnasi Subali tertegun, ia menyadari bahwa ada sesuatu yang tersembunyi dari pertanyaan Sri Krishna junjugannya, bukankah ia Tuhan sendiri yang Maha Tahu.

“ Paduka…seperti yang engkau ajarkan..persahabatan adalah berada selalu pada teman dalam keadaan suka dan juga duka. Cinta adalah kasih tanpa pamerih dan bersedia berkorban kapada orang yang dicintai”.

Sri Krshna tersenyum, menatap Subali.
“Sahabatku yang kucintai…sekarang ini saatnya Aku meminta belas kasihanmu. Hanya kepada dirimu. Pergilah engkau ke balik pohon yang aku sandari. Ambilah busur dan panah dalam sarungnya. AKu membutuhkannya sekarang”.

Pengemis itu segera bangkit dengan hormat, dan menuju ke balik pohon. Ia kembali dengan busur dan tabung yang penuh dengan anak panah.

Subali : “Hamba telah mengambilnya paduka”

Sri Krishna : “ Sahabtku dari balik pohon inilah Aku dulu membidikmu, seperti Arjuna membidik Bhisma bertemengkan Sri Kandi. Sekarang Aku memohon kepadamu bentangkalah busir itu dan tembaklah diriKu ini……”.

Suara Sri Krishna terdengar sangat berwibawa.  Mendengar permintaan itu, Subali terasa disambar petir, jantungnya berdebar dan pandangannya semakin gelap. Lalu ia menjatuhkan dirinya di depan Sri Krishna.

“Sahabku..dengan cara itu aku dapat meninggalkan badan ini , agar aku dapat kembali ke Waikunta. Badan ini harus aku tinggakan. Lakukanlah segara sebelum orang orang menemukan Aku dan dirimu. Bila mereka melihat engkau menembakku, engkau akan dibunuh sebelum engkau bersih dari dosa dosa masa lalumu. Lakukanlah segera”.

Dari kejauhan terdengar derap kuda dan memanggil manggil nama Sri Krishna. Pengemis itu dengan perasaan yang sangat bersalah membentangkan busur dan melepaskan anak panah dengan mata terpejam. Panah melesat dengan kecepatan kilat dan menembus kaki Sang Awatara.
Sri Krishna meringis dan menahan rasa sakit yang luar biasa. Darah mengucur dari luka panah itu. Sabdanya:

“Engkau telah melakukan tugasmu sahabatku. Engkau aku berkati dan suatu saat bila masanya telah tiba Aku akan menjemputmu dan Aku bawa ke Waikunta”.

Subali, pengemis itu membuka matanya kemudian berlari mendekati Sri Krishna ia meraba kakiNya, dan mencoba membalut luka itu dengan kain.Namun Sri Krishna melarangnya. Dalam hati Subali dengan menyentuh kakiNya ia akan mendapatkan pengampunan.

“Bawalah kepalaku diatas pangkuanmu sahabatku..sebutlah nama nama suciKu dan ongkara sebanyak yang dapat engkau sebutkan. Sebarkanlah cara ini agar umat manusia mengerti apa yang harus mereka lakukan menjelang ajalnya”.

Pengemis itu mengidungkan nama nama suciNya. Mengalun sangat merdu dengan iringan cucuran air mata kebahagian Subali.

Beberapa saat rombongan Pandawa dan pandita sudah mendekati sampai. Pengemis itu meletakkan kepala Sri Krisna di batang pohon itu dengan sangat hormat. Sri Krishna menghembuskan nanfaNya dengan tenang dengan wajah tersenyum di pangkuan pengemis itu. Sama seperti dulu Sri Rama memangku kepala Maharaja Kapiwara Subali setelah Ia menembaknya. Pengemis itu kemudian melarikan diri, sebelum dilihat oleh rombongan.

Terdengar suara tangis yang memilukan dari rombongan. Para Pandita mechantingkan Gayatrimantra dan yang lain Ongkara. Sri Krishna, Awatara Yang Agung telah kembali ke Waikunta, disambut oleh saktinya Maha Laksmi dan para dewa serta apsara apsari. Pengemis itu yang tiada lain reinkarnasi Maharaja Kapiwara Subali terus menjalankan perintah Sri Krishna, untuk menyebarkan ajaranNya bersama Aswatama, putra Mahaguru Drona dan cucu Maharsi Bradwaja.

Unaaha, 18 April 2020
Post By Bindu Konawe (INS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar