PERSIDANGAN
PARA DEWA MEMBAHAS RAJA CORONA -KRIMEENAGJ
RAJ *)
Oleh
: I Ketut Puspa Adnyana - Widyaiswara Ahli Utama *)
Gbr. Ilustrasi Maha Kali Mengendalikan Dunia |
Di dunia bawah yang indah, petala, sejuk dan temaram.
Angin yang berhembus menyejukkan. Taman taman dan air terjun yang indah
ditengahnya ada Pandapa cukup luas menampung 1000 orang, terbuat dari batu
mulia, intan berlian. Dewi Mahakali duduk di singgasana yang gemerlapan
bertahtakan mutu manikam, disampingnya duduk Singa Maharaja berbulu keemasan.
Mahakali bersabda: ”Beberapa kali Aku telah meminta
kepada Siva untuk dapat menetapkan tugas tugas kita agar berhasil dengan
gemilang menghancurkan kerajaan manusia. Terakhir pada hari pertama Kaliyuga
aku telah mendapat anugrah untuk menempati harta manusia. Sejak itu tugasKu dan
perintahKu kepada kalian juga terlaksana dengan baik. Kelemahan manusia ada
pada hartanya. Karena manusia sangat menyayangi harta lebih dari dirinya dan
bangsanya. Kini aku agak terkejut karena Aku tidak mengira pada abdiku Kremee
Raja telah membuat kegaduhan luar biasa pada masyarakat manusia. AKu juga sadar
manusia sangat cerdas, karena memperoleh anugrah itu dari Siva. Untuk sementara
sebelum mereka menemukan pemamungkasnya Krimi (Virus Corona) akan tetap
mengacaukan. Itulah maksudKu mengadakan persidangan pada hari ini, khusus untuk
mendengarkan keterangan Krimee Raja. Aku ingin mendapatkan laporan yang detil
dan pasti. Nanti akan Aku putuskan apa ganjaran untuk Krimee Raja”. Seorang
Rinying, dayang Mahakali menyembah dan membisikkan sesuatu kepada Mahakali.
Makalai menggut manggut.
Peserta rapat tenang dan memperhatikan apa gerangan
selanjutnya yang disampaikan Paduka Mahakali. Lalu Mahakali menatap Krimee
Raja. Krimee Raja mengangkat tangan dan sujud. Mahakali mengangkat tangannya
pertanda mempersilahkan Krimee Raja berbicara.
“Sujud hamba paduka. Sebagai Raja Krimee, hamba mohon
ampunan karena para krimee telah bertindak terlalu jauh dan menggetarkan hati
seluruh manusia di Bumi. Hamba menunggu perintah paduka, apa yang harus hamba
lakukan…sujud paduka”.
Mahakali berkata: “ Adakah manusia yang tidak bergetar
hatinya atas keberhasilan anak buahmu itu mengacaukan manusia? Dulu kita
berhasil membuat wabah yang sampai sekarang juga masih ada dan menelan korban
manusia yang jauh lebih banyak: kolera, malaria, dan wabah lainnya. Mengapa
krimee ini begitu menakutkan?”
Krime Raja : “ Paduka..hamba menemukan ada dua
golongan manusia yang tidak tergetar hatinya, yaitu para Yogi dan Sanyasin.
Hamba sesungguhnya telah berupaya, namun ampun paduka kedua jenis manusia ini
sangat tanggguh”. Mahakali tersenyum mendengar penjelasan Krimee Raja.
“Krimee Raja, nampaknya engkau terlalu tua dan pelupa,
dan juga kalian semua. Jangankan engkau, Aku sendiri tidak mampu menyentuh para
Yogi dan juga para Sanyasin. Tugas kita luput dari kedua jenis manusia ini,
karena mereka tidak terikat lagi pada triguna. Wajar kalau engkau tidak
berhasil. Aku gembira, artinya hanya manusia yang telah mencapai prema bakti
(bakti sejati) yang dapat mencapai Yogi dan Sanyasin. Engkau akan hanya mampu
mengacaukan mereka yang masih dalam tahap swarta bhakti (bakti dengan pamerih).
Engkau dan kalian semua harus memberi penghormatan kepada dua jenis manusia ini.
Ingatlah kata katKu ini; Yogi dan Sanyasin. Karena bila mereka mengutuk kita
dan membakarnya, kita semua musnah. Ingatkah kalian pada sosok Maharsi Druwasa,
Pulasya, Wiswamitra dan lainnya. Apakah engkau tidak ingat murka mereka di masa
lalu. Hanya karena kehendak untuk menyeimbangkan antara adharma dan dharma maka
kita diampuni Siva”.
Krimee Raja : “Apa yang harus hamba lakukan kini
paduka?
Mahakali tertawa terbahak, Singa Maharaja yang berbulu
emas itu mengaum membuat seluruh peserta rapat merinding. Mereka melihat
Mahakali menampakkan wujud sejatinya, yang sangat mengerikan. Kemudian perlahan
lahan kembali sebagai seorang perempuan yang sangat cantik.
“Aku sebenarnya suka bila manusia itu habis, namun aku
juga tahu batasanKu sesuai tugas yang diberikan. Bila manusia itu habis tidak
ada sesembahan kepada para dewa dan kita. Bila manusia habis maka para dewa
akan merana dan kehilangan gairahnya. Demikian juga kalian kehialngan tugas.
Siapa lagi yang akan engkau ganggu. Saat manusia habis, engkau juga aku
musnahkan. Dunia akan gelap gulita, dunia akan diam karena semua fungsi sungsi
alam akan berhenti bila para dewa berduka. Matahari tidak akan bersinar, Bulan
yang lembut tidak akan memantulkan cahaya, air akan hilang, angin berhenti.
Karena itu, engkau harus mengendalikan anak buahmu pada jumlah yang ideal
seperti sediakala Krime Raja. Tapi…jangan sekarang, Aku baru mendapat pesan
bahwa Indra Raja Para Dewa telah mengundangKu untuk membahas ulah dari anak
buahmu itu Krimee Raja. Engkau harus mendampingiKu. AKu ingin melihat para Dewa
yang congkak itu memohon dan memelas kepadaKu. Tunggulah waktunya”. Para
peserta rapat diam, mereka siap dengan laporan masing masing. Tugas mereka
adalah mengacaukan manusia. Kelompok buthakal, setan dan iblis.
Embun yang menggumpal pekat menandakan rasa khawatir
para Dewa. Indraloka yang biasanya nampak cemerlang sekarang ini nampak buram
dan kusam. Bunga bunga ditanamn nampak layu, dan cicit burung hilang tidak
terdengar di pagi itu. Dewa Indra, duduk termangu di singgasananya yang
berwarna perak, dengan wajah murung. Kemudian datang dihadapannya Dewa Angni,
pendeta Para Dewa.
“Hormat Paduka engkau telah memanggilku sepagi ini,
mohon kiranya memberikan penjelasan”.
Indra membuka matanya dan tampak senyumnya dipaksakan,
ia turun dari Singgasananya dan menepuk bahu Dewa Angni. Mereka menuju pintu
besar, membuka dan melihat sinar surya. Indra bersabda:
“Kita dalam masalah purohita para dewa, Angni, engkau
melihat bangsa Krimee itu sangat berhasil mengacaukan manusia. Surya Bhaskara
yang aku tugasi untuk membakarnya tampak tidak banyak berhasil, meskipun ada
sedikit hasil. Aswin dewa kembar ahli pengobatan dan tabb juga tidak mampu
menurunkan obat yang diajarkan dalam Atrwa Werda dan Yayur Weda…apa saranmu
kepadaKu dewa Angni?” Dengan berhati hati Dewa Angni menjawab, karena paham
juga tempramental Dewa Indra yang suka tersulut menjadi kemarahan.
Kata Dewa
Angni:
“Apa yang dilakukan Krimee Raja…tidak salah
paduka..karena memang tugasnya mereka itu. Mahakali diberi tugas untuk
mengacaukan manusia disamping juga mengasihinya bagi yang taat. Manusia sekarng
sudah keluar dari tata aturan yang menjadi swadharmanya. Manusia sudah sangat
melawati batasannya”.
Dewa Indra memotong kata dewa Angni, katanya: “Apakah
kita kemudian membiarkan manusia musnah Dewa Angni, Ini tidak mungkin. Ini
tidak boleh terjadi, bangsa manusia harus diselamatkan. Hanya bangsa manusia
yang memuja para dewa, dan karenanya kita mendapatkan kekuatan”.
“Ooo…tidak mungkin paduka. Waktunya belum tiba.
Mahapralaya masih sangat jauh, masih ada 7 Manwantara untuk mencapai itu.
Apakah paduka tidak melihat bunga bunga di taman layu, taman taman kering di
Indraloka ini, itu pertanda bahwa manusia tidak lagi melakukan sesembahan dan
pemujaan”.
Indra memperhatikan taman taman dan kolam kolam
Indraloka yang mengering, lalu nampak wajahnya terperanjat. Katanya: “Lalu apa
yang harus kita lakukan? Apakah para Yogi dan Sanyasin sudah tidak mampu lagi
membangun aklak manusia purohita”
Angni :”Undanglah dengan penuh kehormatan Mahakali,
Ibu Bumi, ke persidangan, kita lakukan puji-pujian dan berbagai yang
menyenagkanNya. Mintalah anugrahNya. Paduka harus bicara dengan para tetua dan
Guru kita Mahaguru Brahaspati”.
Indra: “Baikla aku aku menghadap Dewaresi Narada untuk
menemui Mahakali dan menyampaikan undangan. Tapi aku akan menemui Mahaguru
Brahasapathi terlebih dahulu”.
Beberapa saat mucul para dewa, dan juga Brahaspathi.
Semua Dewa sujud kehadapan Mahaguru Brihaspathi, guru para Dewa.
“Anakku sebagai raja para dewa Engkau harus segera
bertindak. Kehendakmu untuk mengundang Mahakali, Ibu Bumi, dalam persidangan
sangatlah bagus, dan mohonlah perkenan Dewarsi Narada untuk menemuiNya”.
Maka dipersiapkanlah persidangan yang sangat mewah
untuk menyenangkan Mahakali, lantunan Samanveda diperdengarkan. Bahan bahan
pengharum ditebar disetiap sudut paseban. Bunga keemasan disebar disepanjang
jalan menuju paseban yang akan dilalui Mahakali.
Indraloka nampak megah dan bersinar. Persiapan telah
mantap. Dewarsi Narada telah menyampaikan undangan kepada Mahakali. Kemudian
muncul dihadapan Dewa Indra.
“Narayan..Narayan…Narayan…Indra engkau harus
menyiapkan pertemuan ini dengan baik. Jangankan engkau SIvapun harus membiarkan
diriNya menjadi alas kaki bagi Mahakali bila marah. Ini resiko yang harus
engkau ambil. ENgkau juga sudah mendengar permohonan manusia dari bumi, agar
para dewa segera bertindak. Diantara mereka juga sudah ada menuju ke kiri untuk
menemui dan memuja anak anak Mahakali. Apabila itu terjadi, bukan saja
Indraloka bergoncang tetapi keseimbangan alam semesta akan
terganggu..Lakukanlah dengan baik”, setelah berbicara demikian Dewarsi Narada
gaib.
Para dewa telah berkumpul di paseban Indraloka.
Mahaguru Brahaspati menemani Dewa Indra di pintu gerbang untuk menyambut
kedatangan Dewi Mahakali. Berhembus angin lembut mengibarkan kain kain penghias
paseban, lalu tercium lembut keharuman yang bernuansa kahyangan, pertanda Dewi
Mahakali telak akan menapakkan kakinya di gerbang paseban. Terdengar auman
singa yang membuat bulu kuduk bangkit dan rasa tunduk yang dalam. SInga itu
melangkah perlahan, dengan kepala tegak dan taringnya yang runcing dan berkilau
membuat takluk para dewa. Di punggung SInga Maharaja berstana Dewi Mahakali,
dengan senyum yang sangat menawan. Para dewa menunduk dalam dengan tangan
bersidekap di bawah dadanya.
Mahaguru Brahaspati, mencangkupkan tangannya dan
menyambut Dewi Mahakali diikuti Dewa Indara yang napak tidak berdaya.
“Sembah sujudku paduka…telah berkenan memenuhi
undangan kami para dewa yang tidak berdaya. Hidup mahakali..hidup
mahakali..hidup mahakli”. Terdengar para dewa serentak mengikuti apa yang
dicuapkan Mahagurunya. Jaya Mahakali..Jaya Mahakali…Jaya Mahakali. Setelah
mempersilahkan Mahakali bestana di singgasana yang tinggi yang terbuat dari
emas, dan mutu manikam, Dewi Kali mengangkat tangannya:
“Atas puji-pujian para Dewa dan lantunan Samanveda
yang merdu, yang menyambutkku dengan penuh hormat aku akan manganugrahkan satu
permintaan kepada para Dewa. Namun sebelumnya..aku ingin mendengar apa yang
telah Mahguru Brahaspathi lakukan selama ini sehingga para dewa membiarkan
manusia melampui batasnya?”. Mendengar permintaan Mahakali, Mahaguru
Brakaspathi segara ke tengah paseban dan menyura dengan sangat hormat dan
taksim.
“Hamba paduka…ini adalah kelalaian kami para dewa.
Hamba sebagai guru para dewa juga merasa gagal untuk dalam membangun karakter
mereka..ampunilah hamba paduka. Sebagai guru mereka hamba akan segera melakukan
evaluasi apa yang terjadi sehingga manusia mengalami kealpaan dalam menjalankan
swadharmanya:, kata Brahaspathi.
“Mahaguru Brahaspati Aku menasehatimu, sesekali engkau
juga harus belajar dari Mahaguru Sukrachaya yang bijaksana. Meskipun saudaramu
itu memilih menjadi guru para Asura dan Raksasa, tetapi dalam hal hal tertentu
mereka memiliki kemuliaan. Ingatlah Raksana, Asura dan para Dewa adalah saudara
kandung lain Ibu. Ingatlah pada keagungan gurumu sendiri Maharsi Pulasya,
sebagai ayah mereka. Bila ini dapat diwujudkan alam semesta akan mengalami
keseimbangan. AKu sebagai penguasa kali, juga memiliki batasan sebagaimana
tugasku. Apakah engkau paham maksudku Mahaguru Brahaspati?”. Mendengar sabda
Mahkali, Mahaguru Brahaspati sujud dan bersimpuh menundukkan kepalanya di
lantai pertanda taklum.
“Daulat paduka…hamba akan melakukan perintahMu”,
sebelum selesai perkataanya. Muncul Mahaguru Sukracharya, yang memegang
tongkatnya melebihi tinggi badannya.
“Daulat paduka…, kata Mahaguru Sukracharya.
Mahakali tersenyum kemudian meninggikan suaranya
sehingga menjadi lengkingan yang memekakkan telinga, beberapa dewa tampak
terkulai di kursinya. Mahaguru Barahsapathi dan Mahaguru SUkracharya
menundukkan kepalanya sujud lebih dalam. Lalu mereda dan tampak, Singa Maharaja
bangkit dan siap ditunggangi Mahakali. Mahakli bestana di ats punggung SInga
Maharaja, lalu singa itu melangkah ke tengah paseban dimana berdiri dengan
hormat SUkarachaya dan Brahaspati sert Raja Dewa Indra. Setelah tiba di depan
ketika dewa itu, Mahakali berhenti dan berkata:
“Sukracharya engkau sudah mendengar kata kataku,
laksanakanlah. Dan engkau Raja Para Dewa…Indra aku anugrahkan satu permintaan,
katakanlah”.
Dewa Indra bergetar dan menengankan dirinya, lalu
berkata: “Hamba paduka…Engkau penguasa alam semesta ini atas anugrahMu kami
para dewa akan mendapatkan kebahagian. Atas seijin dari Guruku Mahaguru
Brahaspathi dan Paman Mahaguru SUkracahra aku memohon satu anugrahMu:
musnahkanlah bangsa Krimee dan Krimenagj Raj”.
Mendengar permohonan Dewa Indra, Mahakali menoleh pada
Krimee Raja. Krime raja nampak mengigil. Dewi Mahakali kemudian bersabda:
”Indra..karena kebaikanmu yang telah menerimaku dengan
sangat baik permohonamu tidak aku penehu seluruhnya….Krimee Raja tidak boleh
musnah karena ia bagain dari upaya membangun keseimbangan alam semesta. Namun
aku pastikan Krimee Raja akan meredakan dan mengembalikan seluruh krime ke
kandangnya. Krime akan tetap ada sebatas pada tujuan untuk keseimbangan alam.
Karena ini sudah terlanjur melewati batasan aku juga akan memberikan hukuman
kepada Krimee Raja. Namun engkau harus berjanji kepadaKu Indra..engkau harus
mampu membangun aklak manusia menuju pada pengabdian yang tulus tanpa pamerih.
AKu tahu tidak mudah mencapai itu..namun bila mereka bertekad bangsa krime akan
takluk. Camkanlah kata kataku, bersamaan dengan berakhirnya kata kata itu,
Mahakali lenyap secara gaib dari pandangan para Dewa.
“Narayan..Narayan..Narayan…Engkau telah mendapat
anugrah sesuai dengan apa yang engkau inginkan Dewa Indra. Mungkin beberapa
Manwantara,,,engkau tidak akan dapat menemui Mahakali lagi… Narayan….. narayan……narayan..”,
kemudian Dewarsi Narada Gaib.
Mahaguru Sukracharya dan Mahaguru Brahaspathi saling
berpelukan. Indra diberi puji-pujian oleh para dewa. Lantunan Samanveda
terdengar di langin dan suara gamelan dewata. Manusia di dunia juga telah mulai
berhasil menemukan pamungkas Corona Virus. Orang orang semakin rajin malakukan
ibadah, dan mendirikan tempat tempat pemujaan di kantong kantong umat manusia.
Mereka akan menuju pada kasih sejati (Kendari, 14.04.2020/10.41).
Unaaha, 26 April 2020
Post By Bindu Konawe (INS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar