Menghadapi
Derita, Bergembiralah
Oleh : Puspajyothi
Om
Swastyastu,
Teriring doa keselamatan pada maklum
seru sekalian alam.
Hidup paling indah dan menyenangkan
ketika berkumpul dengan orang orang yang dicintai, tersedia benda benda materi
yang disenangi, sehat dan tersedia sandang pangan papan dan uang yang cukup.
Inilah harapan ideal setiap manusia dalam menjalani kehidupan. Keinginan untuk
memilik rumah yang bagus. Dalam rumah yang bagus (meskipun tidak mewah) ada
orang orang yang dicintai: istri, anak anak, menantu dan cucu yang sehat. Ada
orang orang yang dicintai dan dihormati: orang tua, saudara, ipar dan kemenakan
yang sehat. Kebahagian itu seolah berkumpul menjadi satu untuk memberikan
dukungan pada semangat hidup yang besar.
Namun, kehidupan terasa tidak adil, di
tengah rasa bahagia yang membuncah, tiba tiba salah seorang dari mereka harus
pergi selamanya, atau salah seorang dari mereka menderita sakit. Kegembiraan
dan kebahagian hilang seketika. Ketika rumah bagus itu luluh lantak dilalap
api, tidak tersisa, dada seseorang terasa pecah dan air mata menitik bahkan
mengalir deras. Sungguh
Suka dan duka silih berganti. Agama
sebagai pedoman hidup, kadangkala tidak berguna pada saat demikian. Hati
menjadi kacau dan hancur. Permainan pikiran menambah kalut karena berbagai
khakawatiran muncul. Mengapa derita ini muncul tiba tiba dan pada saat yang
membahagiakan? Tiada lain karena selama berbahagia seseorang lupa menderita.
Pikiran seluruhnya terfokus pada kebahagiaan. Demikian juga ketika rasa sedih
itu datang, pikiran hanya pada kesedihan itu, bahkan lupa bahagia.
Berapa tahunkah seseorang bahagia dalam
hidupnya? Dan, berapa tahun pula seseorang menderita dalam hidupnya. Seperti
perputaran roda dalam as, selalu sempat di atas dan selalu sempat di bawah,
bahkan samping kiri dan kanan. Hidup sesungguhnya permainan menyeimbangkan
antara yang baik dan yang buruk, antara benar dan salah, antara gelap dan
terang. Orang orang yang mampu dalam posisi “tenang”, karena mentaati pedoman
hidup yaitu agama. Umat Hindu diajarkan untuk selalu sadar, untuk selalu
mengendalikan indera indera dan pikiran. Selalu diajarkan untuk mendekatkan
diri kepada Tuhan (Hyang Paramakawi).
Arjuna sebuah contoh yang bagus. Ia
meragukan kebenaran yang diajarkan guru gurunya, karena ia harus membunuh dan
bahkan ia harus menahan diri atas penghinaan Duryodana dalam sabha di paseban.
Untunglah Arjuna masih sempat bertanya kepada penuntunnya; mana yang benar?
Jawaban sederhanya adalah setiap orang harus melakukan swadharmanya dengan
baik.
Jawaban yang diperoleh Arjuna adalah
seseorang harus tetap bekerja (karma) dan melaksanakan tugas dengan baik (swadharma). Demikian juga seseorang bila
melaksanakan tugas dengan baik akan terhindar dari derita mencapai kebahagian.
Bila seseorang takut lapar maka ia harus menyediakan pangan untuk keluarganya.
Bila seseorang sakit harus menyiapkan obat untuk penyembuhan. Orang yang
bekerja dengan tekun akan terus bahagia.
Namun hidup tidak sesederhana seperti
membalik tangan. Hidup memiliki dimensi yang rumit. Tugas lain yang utama bukan
sekedar menyiapkan sandang papan pangan, tetapi juga kecintaan kepada Tuhan,
kepada para dewata, kepada para leluhur, kepada para guru suci, bahkan kepada
mahluk lainnya. Lingkungan hidup manusia ini harus harmonis (Tri Hita Karana).
Dalam Bhagawad Gita XVII:14, dapat
dibaca pesan:
“Deva-dvija-guru-prājña-pūjanaṁ
śaucam ārjavam brahmacaryam ahiṁsā ca śārīraṁ tapa ucyate”: Artinya :
“Pemujaan kepada para dewa, para dwijati, guru dan orang arif bijaksana,
kemurnian, kejujuran, pengendalian nafsu, dan tanpa kekerasan ini dikatakan
sebagai tapah dari badan”.
Penderitaan sisi lain dari kebahagian.
Diantara keduanya ada celah untuk umat Hindu belajar mengenai kesujatian,
“sangkan paraning dumadi”. Bahagia tidak ada kalau tidak ada derita, demikian
sebaliknya. Manfatkanlah semua momen untuk menyadari ada selalu kesempatan
untuk berbenah. Seperti Sri Hanuman memanfaatkan celah antara siang dan malam
untuk memantapkan pelajaran dari gurunya Dewa Surya. Hidup sesungguhnya belajar
dari suka dan duka, dan mengambil sisi positifnya.
Semoga semua berbahagia.
Om santih santih santih Om
Kendari, 10/09/2020/2.15.
Unaaha, 11 September 2020 (INS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar