Mengobati Kegelisahan Hati
Oleh : Puspajyothi
Om
Swastyastu.
Hanya sedikit yang dapat memaklumi
situasi seseorang pada sebuah momen. Bila saja orang orang mempunyai sedikit
saja perhatian dengan memaklumi, banyak orang yang selamat dari derita. Namun
seseorang kadangkala ikut bercampur. Sudah menjadi ciri, suka dan duka silih
berganti dalam kehidupan manusia. Umat Hindu sangat memaklumi dua hal ini.
Hanya saja pola pikir manusia itu selalu berharap yang baik : kegembiraan,
kesenangan, keberhasilan. Kesenagan dan kebahagian itu selalu dicari keluar
dari dirinya, bukan dari dalam dirinya (atma
shakti).
Seseorang, termasuk umat Hindu sangat
ingin hidup bahagia. Hidup bahagia tentu saja dikaitkan dengan hal hal yang
menyenangkan. Hal hal yang membuat tersenyum, misalnya harta melimpah, anak
anak yang sehat dan sukses, mungkin juga istri cantik di umur 60 tahun. Sederet
bau keindahan itu menjadi harapan.
Namun hidup, sebagaimana juga umat Hindu
maklumi, tidak seindah harapan. Hidup penuh dengan godaan. Hidup penuh dengan
fenomena dan dinamika, salah satunya adalah kegelisahan. Inilah yang diratapi
oleh Arjuna, sang pemenang, menjelang perang. Gelisah karena akan membunuh
saudara saudaranya, membunuh para guru dan orang orang dihormati. Cinta kasih
atas kemelekatan membuat Arjuna dibelengu oleh kegelisahan. Untungnya Arjuna
sahabat Tuhan, yang memiliki kasih tak terbatas Paduka Sri Krishna. Kegelisahan
itu dijawab Oleh Tuhan dengan lahirnya kidung suci Bhagawad Gita.
Bagaimana kalau umat Hindu, seperti kita
yang serba terbatas dirundung kegelisahan? Apa yang dapat kita perbuat? Dengan
siapa seseorang yang sedang dirundung kegelisahan membagi deritanya? Bertahun
tahun seseorang sehat, bahagia, berkelimpahan, namun sedetik dalam derita,
seseorang melihat seperti dunia sudah runtuh. Seluruh manusia nampak mengejek
dan menistakan. Kita hanya membutuhkan permakluman dan jangan lagi mencoba
berceramah dengan nasehat.
Nasehat hanya mempan untuk orang yang
sedang bahagia. Sama dengan orang yang lapar, ia tidak membutuhkan nasehat
bagaimana menanam padi, memetiknya kemudian menanak menjadi nasi. Orang lapar
hanya butuh makanan, misalnya nasi atau roti. Demikian juga kegelisahan, hanya
membutuhkan sedikit perhatian. Kegelisahan terjadi karena kemelekatan terhadap
sesuatu yang dicintainya. Inilah yang disebut cinta buta, sebuah cinta yang
tidak dimengerti. Obyek cinta harus jelas bila tidak ingin menderita nan
gelisah. Ada empat kebutuhan dasar manusia : sandang, pangan, papan dan tamba
(obat obatan). Empat ini jugalah penyebab kegelisahan bila tidak terpenuhi.
Siapakah seseorang yang tidak gelisah? Orang yang mampu melepaskan.
Dalam Bhagawad Gita II:25, menyebutkan :
“Avyakto’yam
acintyo’yam avikāryo’yam ucyate tasmād evaṁ viditvainaṁ nānuśocitum arhasi “
Artinya : “Dia tak dapat diwujukan
dengan kata kata, tak dapat dipikirkan dan dinyatakan, tak berubah ubah, karena
itu dengan mengetahui sebagaimana halnya, engkau tidak perlu berduka”.
Agar kegelisahan itu menyingkir atau
menjadi sahabat, hanya perlu mengerti lalu memaklumi. Memaklumi hidup yang
hanya terdiri dari dua hal: gembira atau bersedih; tenang atau gelisah. Bila
dudukannya adalah gelisah, seseorang hanya butuh dudukan tenang. Dari tenang
akan lahir damai, dari damai akan lahir kesadaran untuk memaklumi. Keterbatasan
pikiran seseorang, tidak mampu menjangkau hal yang tidak terbatas.
Pada awalnya orang hanya mengira menjadi
bahagia bila telah memilik sedikit tabungan. Menjadi bahagia telah memiliki
gubuk untuk berteduh. Namun triguna terus beraksi. Seperti pendakian sipiritual
yang digoda oleh kekuatan, ketakjuban, dan kesidian (atma sidhi). Tujuan menjadi hilang karena fokus terbagi, karenanya
kegelisahan mulai mengintai.
Semoga semua mahluk berbahagia
Om
Santih Santih Santih Om.
Jumat, 4 September 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar