Untuk
Selamat dan Bahagia, Sebutlah Nama Tuhan
Oleh : Puspajyothi
Om swastyastu,
Teriring doa keselamatan untuk semua
mahluk.
Jalan makna harafiahnya adalah akses
untuk menuju. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong teknik
kontruksi jalan semakin baik. Aspal pada jalan tol, sebagai misal, seperti
melangkah tanpa sedikitpun kerikil, nyaman dan damai. Setiap titik jalan memiliki
rambu rambu. Dewasa ini melalui daring, pengemudi tidak akan pernah tersesat,
karena ada navigasi digital yang disediakan di media sosial. Hidup manusia
menjadi lebih mudah namun terbelengu dan terikat, bahkan ketergantungan. Semua
itu kisah yang bersifat fisik (sekala). Bagaimana dengan jalan spiritual yang
bersifat rohani (niskala)?
Pandangan rohani atau spiritual harus
dimulai dari diri sendiri,melalui jalan yang dipilih (Catur Marga dan Catur Yoga). Jalan spiritual sangat beragam,
seseorang boleh menekuni sesuai rasa dan niatnya serta pedoman dan guru
(adikara). Memahami diri sendiri dimulai dari pertanyaan sederhana: “Aku dari
mana?” Penggalian dari pertanyaan ini mengharuskan seseorang menjadi peneliti,
yaitu meneliti diri sendiri. Meneliti diri sendiri bermakna penggalian batin,
penggalian kesadaran (atmajanam),
untuk tiba pada pemahaman jnanam (tentang Yang Maha Utama) dan wijnanam (ilmu
untuk memahami pengetahuan).
Karena itu tujuan akhir seseorang dalam
belajar Weda (Brahma Widya) adalah untuk
menemukan dirinya sendiri, Sang Diri Sejati. Badan adalah tempat bersemayamnya
Tuhan. Kesadaran ini mendorong seseorang itu memiliki cinta kasih tanpa batas.
Cinta kasih kepada Tuhan. Tuhan tidak dapat menolak cinta kasih pemujaNya. Umat
Hindu sangat beruntung, karena dikarunia anugrah pedoman hidup agar selalu
mengingat Tuhan. Mengingat Tuhan boleh lewat ciptaanNya, dewa-dewa dan leluhur.
Bila setiap altivitas lahir batin dilandasi pada ingatan yang kuat pada Tuhan,
keselamatan sudah pasti. Namun ada hal yang lebih utama, mencapai pelanetNya (brhmaloka, waikuntha, siwaloka).
Tubuh ini seperti lumpur di dalam gelas,
airnya adalah pikiran yang selalu begolak. Semakin bergolak pikiran air semakin
keruh dan lumpur menyatu dengan keruh. Dibutuhkan waktu yang cukup untuk proses
penjernihan. Dibutuhkan ketenangan, tanpa gejolak secara perlahan lahan. Puncak
dari penjernihan adalah hening. Pada saat hening (samadhi), Tuhan akan menampakkan diriNya yang Agung.
Karena itu, umat Hindu telah menyebut
dan mengingat nama Tuhan setiap saat (naimithika
yajna, nitya kala yajna). Dengan melibatkan Tuhan, segela masalah telah
berpindah kepadaNya. Yudistira sang dharma, tidak ingin diketahui oleh Sri
Krishna bahwa mereka sedang berjudi. Yudistira malu kepada dirinya sendiri ia
telah berjudi, terlebih kepada Tuhan maka ia tidak memberi tahu Sri Krihna.
Tuhan mengetahui segalanya, apa yang
dipikirkan dan apa yang tidak dipikirkan. Karena Yudistira tidak memohon
karunia dan diam membisu maka kehancuran diterimanya. Dewi Drupadi yang suci
kekasih Tuhan, memohon pelindungan, kasih Tuhan tiba dengan sari yang tiada
pernah habis. Tuhan telah membalas cinta kasih Dewi Drupadi ketika merobek
sarinya )sebagai persembahan) untuk paduka Sri Krishna ketika melentikkan Cakra Sudarsana untuk membunuh Raja Cedi
Sisupala. Adalah wajib bagi umat Hindu selalu menyebut dan mechantingkan nama
Tuhan, untuk keselamatan diri sendiri dan alam semestha.
Dalam Pustaka Suci Bhagawad Gita VIII.7
dapat kita temukan tuntunan:
“Tasmāt
sarveṣu kāleṣu mām anusmara yudhya ca mayy arpita-mano-buddhir mām evaiṣyasy
asaṁśayaḥ” Artinya: “Karena itu, kapan saja ingatlah kepadaKu selalu, dan
berjuanglah terus maju, dengan pikiran dan pengertian tetap padaKu, engkau
pasti akan sampai kepadaKu”
Tuhan telah berjanji, siapapun yang
mengingatNya, akan tiba padaNya. Kalimat ini mengandung makna lahiriah dan
batniah. Secara lahir dalam kehidupa ini seseorang akan berjalan di jalan
dharma, kebenaran sejati, yang mengantarkan pada kebahagian. Secara batiniah,
pahala dari perbuatan baik akan menempatkannya paa pelent ruang yang bagus (brahmaloka, waikuntha atau siwaloka), sebelum lahir kembali ke
dunia dengan wujud yang lebih baik atau mungkin abadi menyatu denganNya (moksa).
Ketika Praladha disiksa oleh ayahnya
Hiranyakasipu (raja Asura yang perkasa) karena terus menerus memuja Sri Wisnu,
Praladha tidak merasakan sakit atau mati ketika dinjak gajah. Ribuan gajah yang
menginjak injaknya tidak membuatnya menderita rasa sakit. Dengan menyebut nama
Tuhan dengan penuh cinta kasih dan kerinduan yang mendalam, Tuhan telah
mengambil alih derita Praladha. Teruslah chantingkan nama Tuhan, mulai dari
memuja leluhur dan ista dewata agar menemukan kebahagian hidup.
Semoga semua mahluk berbahagia.
Om Santih Santih Santih Om.
Kendari, 13092020/5.13
Unaaha, 13 September 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar